Bandung – Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Balai Besar POM di Bandung bersama petugas Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Barat dan Kejaksaan Tinggi Jawa Barat  membongkar adanya  agen obat bahan alam (obat tradisional) ilegal di Kota Bandung dan Cimahi. Operasi penindakan dilakukan pada empat  tempat kejadian perkara (TKP). TKP tersebut dijadikan sebagai tempat pengadaan, penyimpanan, peredaran, dan penjualan produk obat bahan alam ilegal.

 

Kepala BPOM RI Taruna Ikrar menyatakan dalam konferensi pers di Kantor Balai Besar POM di Bandung Senin, 7 Oktober 2024, penindakan terjadi pada 25 September lalu. “Agen obat bahan alam ilegal tersebut diduga mengedarkan obat bahan alam yang tidak memiliki izin edar BPOM dan tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan khasiat/manfaat, dan mutu, serta diduga mengandung bahan kimia obat (BKO). Saat ini produk temuan tersebut masih dilakukan pengujian di laboratorium,” ujarnya.

 

Produk ilegal ini diperoleh agen dari sumber ilegal yang masih dalam penelusuran dan pengembangan. Produk ilegal tersebut kemudian diedarkan ke toko jamu seduh di wilayah Jawa Barat, antara lain Bandung, Cimahi, Purwakarta, Depok, dan Subang. Jumlah barang bukti obat bahan alam ilegal yang disita sebanyak 218 item (217.475 pieces) dengan nilai sekitatr Rp 8,1 miliar.

Taruna Ikrar menjelaskan bahwa produk obat bahan alam ilegal yang disita tersebut merupakan produk tanpa izin edar yang diduga mengandung BKO, seperti sildenafil sitrat, fenilbutazon, metampiron, piroksikam, parasetamol, dan deksametason. Beberapa produk yang ditemukan merupakan produk yang telah masuk dalam public warning BPOM seperti Cobra X, Spider,  Africa Black Ant, Cobra India, Tawon Liar, Wan Tong, Kapsul Asam Urat TCU,  Antanan, Tongkat arab, dan Xian Ling.

 

“Konsumsi obat bahan alam tanpa izin edar dan/atau mengandung BKO sangat berisiko bagi kesehatan, bisa mengakibatkan kerusakan organ tubuh, seperti gagal ginjal, kerusakan hati, dan gangguan kesehatan lainnya bahkan kematian,” imbuhnya.

 

Hasil operasi penindakan ini masih dalam proses penyidikan lebih lanjut. Pelaku pelanggaran akan diproses pro justitia sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 435 Jo. Pasal 138 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Berdasarkan aturan tersebut, pelaku dapat diancam dengan pidana penjara paling lama 12 tahun atau denda paling banyak Rp5 miliar.

 

Dengan temuan terbaru ini, selama tahun 2024 Balai Besar POM di Bandung telah melakukan penindakan dengan hasil tindak lanjut berupa 9 perkara tindak pidana bidang kefarmasian yang 3 di antaranya adalah perkara obat bahan alam. Dari 3 perkara obat bahan alam ini diketahui total nilai ekonomi barang bukti sebesar Rp9,3 miliar. Temuan dari penindakan obat bahan alam ilegal dan/atau mengandung bahan berbahaya mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya. Pada 2023 lalu jumlah nilai ekonomi temuan dari 2 perkara obat bahan alam sebesar Rp2,2 miliar. Untuk memutus mata rantai supply dan demand peredaran produk obat bahan alam ilegal dan/atau mengandung BKO, diperlukan adanya peran serta aktif dari semua pihak.

 

“Pelaku usaha bertanggung jawab atas keamanan serta kualitas produk yang dikonsumsi masyarakat. Karena itu, kami mendorong semua pelaku usaha obat bahan alam, baik dari tingkat produsen, distributor/agen, dan retailer dapat berperan aktif dan menunjukkan komitmen yang konsisten dalam memastikan jaminan keamanan, khasiat/manfaat, dan mutu obat bahan alam yang diproduksi atau diedarkan,” ujar Taruna Ikrar. []

 

POST TAGS:

Bekasi – BPOM menggelar pelatihan mengenai ketentuan dan persyaratan kosmetik bagi beauty enthusiast, Kamis (23/11/2023). Kegiatan pelatihan ini bertujuan meningkatkan pemahaman beauty enthusiast yang memiliki ribuan followers di media sosial untuk memahami ketentuan peredaran kosmetik di Indonesia.

 

Plt. Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan, dan Kosmetik, Reri Indriani, dalam sambutannya menjelaskan, dengan kemajuan teknologi digital, industri kecantikan menghadapi tantangan dan peluang terkait keamanan produk kosmetik dan daya saingnya di pasar global. “Hasil pengawasan BPOM terhadap iklan kosmetik dalam kurun waktu 2020–2023 menunjukkan rata-rata temuan pelanggaran iklan kosmetik sebesar 22,65% dari total iklan kosmetik. Sebanyak 78,75% pelanggaran ketentuan iklan kosmetik paling banyak ditemukan di media daring,” jelas Reri.

 

Produk kosmetik yang baik bukanlah produk yang membuat kulit menjadi putih secara instan,

 

Kehadiran beauty enthusiast dapat membentuk brand image produk kosmetik serta memengaruhi konsumen untuk mengambil keputusan dalam membeli produk. “Oleh karena itu, peningkatan pemahaman dan literasi beauty enthusiast mengenai regulasi dan ketentuan terkait kosmetik bukanlah sekadar aturan yang harus diikuti, tetapi menjadi fondasi yang memastikan keamanan dan kualitas kosmetik yang beredar untuk mendukung pengembangan produk yang aman, inovatif, dan dapat bersaing di pasar global,” lanjutnya.

Dengan tema “The Expert’s Insight: Pelatihan Beauty Enthusiast Tingkat Dasar”, kegiatan ini menghadirkan beberapa narasumber yang ahli di bidangnya. Narasumber tersebut, antara lain Direktur Pengawasan Kosmetik, Irwan; Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin, dr. Flandiana Yogianti; Praktisi dan Ahli Formulasi Kosmetik, dr. Sasanti Tarini Darijanto; dan Ketua Tim Kerja Pengawasan Iklan Kosmetik, Tita Nursjafrida.

 

Irwan menjelaskan produk kosmetik harus memiliki izin edar atau notifikasi. Dengan memiliki notifikasi, produk kosmetik telah dievaluasi keamanan, manfaat, dan mutu. Sementara dr. Flandiana menyampaikan produk kosmetik yang baik bukanlah produk yang membuat kulit menjadi putih secara instan, melainkan yang cocok dan bermanfaat bagi kulit penggunanya.

 

Ada pun  Sasanti menjelaskan berbagai formula dan sediaan kosmetik untuk perawatan kulit. Salah satunya seperti DNA salmon untuk peremajaan kulit ataupun kandungan niasinamida yang dapat ditemukan dalam dada ayam atau beras merah.

 

Sementara, Tita menekankan klaim pada penandaan dan iklan produk kosmetik yang harus memenuhi kriteria kepatuhan hukum, kebenaran, kejujuran, keadilan, dapat dibuktikan, jelas dan mudah dimengerti. Klaim kosmetik juga tidak boleh menyatakan seolah-olah sebagai obat atau bertujuan untuk mencegah suatu penyakit. (pom)

Jakarta – BPOM menyerahkan Persetujuan Pelaksanaan Uji Klinik (PPUK) Pneumococcal Conjugate Vaccine (PCV) dan Persetujuan Izin Edar Vaksin Valenina yang merupakan vaksin PCV. Persetujuan ini diserahkan kepada PT Etana Biotechnologies Indonesia di Jakarta pada 25 Oktober2023).

 

Vaksin Valenina sangat penting untuk memberantas penyakit pneumonia. “Vaksin ini untuk bayi dan anak usia 6 minggu hingga 5 tahun untuk mencegah penyakit infeksi pneumokokal yang disebabkan 13 serotipe Streptococcus pneumoniae” kata Kepala BPOM, Penny K.Lukito. Menurut Penny, BPOM berkomitmen mendampingi proses pengembangan hingga vaksin dapat diproduksi mandiri di dalam negeri pada tahun 2025. BPOM akan melakukan pengawasan mulai dari distribusi rantai dingin (cold chain distribution) pada suhu 2-8oC hingga farmakovigilans Vaksin Valenina.

 

Dalam mengembangkan vaksin ini, dibutuhkan sumber daya yang berkualitas. “Saya yakin sumber daya manusia di PT Etana Biotechnologies Indonesia sangat baik dan ini bisa membuat sesuatu yang besar untuk negeri ini”, kata Kepala BPOM.

 

Penny menyatakan, BPOM sejak 2017, BPOM telah memberikan asistensi regulatori untuk fasilitas produksi fill-finish produk rekombinan protein, peningkatan kompetensi melalui pelatihan, dan visitasi ke lapangan. Pendampingan ini membuahkan hasil yang menggembirakan dengan terbitnya Sertifikat Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) untuk fasilitas produksi PT Etana Biotechnologies Indonesia pada Desember 2019. “Vaksin PCV kelak nanti bisa jadi vaksin nasional diharapkan bisa mengurangi angka kematian anak yang disebabkan penyakit pneumonia di Indonesia, dan kami berharap Indonesia bisa menjadi negara yang dapat memproduksi vaksin ini”, kata Presiden Direktur PT Etana Biotechnologies Indonesia, Nathan Tirtana. Lebih lanjut beliau menyampaikan ucapan terima kasih atas bimbingan yang selalu dilakukan BPOM saat PT Etana Biotechnologies Indonesia mengembangkan vaksin ini.

 

Pengembangan vaksin dalam negeri perlu dibangun dari kolaborasi berbagai pihak. “Kami berkolaborasi dengan LPDP dalam pengembangan vaksin dan harapannya nanti mahasiswa LPDP bisa mengembangkan vaksin di fasilitas kami”, kata Presiden Direktur PT Etana Biotechnologies Indonesia. (BPOM)

POST TAGS:

Jakarta – BPOM bersama Kantor Pelayanan Utama (KPU) Bea dan Cukai Bandara Internasional Soekarno Hatta menggagalkan ekspor 430 karton obat tradisional (OT) tanpa izin edar (TIE) yang mengandung bahan kimia obat (BKO) ke Uzbekistan pada Kamis (31/07/2023). Produk tersebut terdiri dari 200 Karton @100 pieces Montalin, 50 Karton @200 pieces Tawon Liar, 30 Karton @48 pieces Gingseng Kianpi Pil, dan 150 Karton @30 pieces Samyunwan dengan total nilai keekonomian Rp4 miliar.

 

Kepala BPOM RI, Penny K. Lukito menyatakan,  pemberantasan OT BKO tengah menjadi salah satu fokus BPOM. Temuan OT BKO sangat memprihatinkan karena dapat membahayakan kesehatan. “Penambahan BKO pada obat tradisional dalam jangka panjang sangat berbahaya karena dapat mengakibatkan adanya efek yang tidak diinginkan, berupa penyakit seperti kerusakan hati, jantung coroner, dan gagal ginjal,” ujar  Kepala BPOM dalam Konferensi Pers di Terminal Kargo Bandara Internasional Soekarno Hatta, Rabu, 9 Agustus lalu.

 

Produk yang ditegah tersebut sebelumnya akan diekspor oleh CV Panca Andri Perkasa yang beralamat di Neglasari, Tangerang. Pada dokumen pemberitahuan ekspor barang (PEB), produk tersebut diklaim sebagai nutrition supplement dengan tujuan ekspor Uzbekistan dan akan digunakan sebagai pereda nyeri, pegal linu, dan penggemuk badan. Pelaku telah berulang kali mengekspor dengan modus menggunakan nomor izin edar dan harmonized system code (HS Code) fiktif produk yang terdaftar.

 

Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Askolani, menjelaskan pihaknya mendapat laporan dari BPOM pada 28 Juli 2023 bahwa ada pengiriman obat tradisional ilegal berbahaya menuju Uzbekistan. “Dari masukan itu, kemudian kami lakukan pengawasan salah satu perusahaan yang melakukan eksportasi dan kami bisa tegah, untuk selanjutnya diserahkan ke BPOM, Kepolisian, dan Kejaksaan Agung untuk proses hukum,” jelasnya.

 

Diketahui, produk tersebut termasuk dalam daftar public warning BPOM karena mengandung BKO parasetamol, natrium diklofenak, kafein, dan siproheptadin. Penambahan BKO parasetamol pada obat tradisional dalam jangka panjang dapat menimbulkan gangguan pertumbuhan, osteoporosis, gangguan hormon, hepatitis, gagal ginjal, dan kerusakan hati.

 

Sementara, BKO natrium diklofenak dapat menyebabkan mual, diare, dispepsia, reaksi hipersensitivitas, sakit kepala, pusing, vertigo, gangguan pendengaran dan gangguan pada darah. Penambahan kafein dalam OT dapat menyebabkan mual, muntah, sakit perut, insomnia, dehidrasi, sakit kepala, pusing, dan detak jantung tidak normal. Sedangkan BKO siproheptadin dapat menyebabkan pusing, penglihatan kabur, sembelit, mulut kering, halusinasi, jantung berdebar, dan kejang-kejang.

 

Menindaklanjuti temuan tersebut, pada 2 Agustus 2023, BPOM melakukan operasi penindakan sebagai pengembangan kasus ke sarana lainnya yaitu ruko JNE, ruko samping ekspedisi di Depok, dan JNT Serpong. Pada penindakan tersebut ditemukan produk Montalin (1.140.000 kapsul), Ginseng Kianpi Hijau (884.280 kapsul), Ginseng Kianpi Gold (196.440 kapsul), Samyunwan (432.000 kapsul), dan Tawon Liar (872.000 kapsul), sehingga total keseluruhan barang bukti sebanyak 3.524.810 kapsul dengan nilai ekonomi Rp14,1 miliar.

 

BPOM berkomitmen untuk terus meningkatkan pengawasan dan penindakan berkolaborasi dengan pemangku kepentingan lain seperti Kepolisian, Kejaksaan, dan kementerian lainnya. “Saya kira ini menjadi penting sebagai informasi dan kewaspadaan kita semua. Ke depan, BPOM terus bekerja sama dengan penegak hukum dan Bea Cukai di setiap titik pelabuhan udara dan laut, sehingga tidak ada lagi ekspor impor OT BKO,” katanya.

 

Selain itu, BPOM juga melakukan pemberdayaan bagi pelaku usaha agar memenuhi ketentuan perundang-undangan, baik melalui pendampingan/pembinaan maupun fasilitasi kemudahan berusaha. BPOM mengimbau masyarakat agar berhati-hati memilih jamu dengan klaim yang bisa mengobati, tapi sebetulnya mengandung BKO. “Bisa dilihat di aplikasi BPOM Mobile apakah izin edar tersebut asli atau palsu, dan produk tesebut apakah masuk public warning BPOM, yang artinya produk ilegal berbahaya,” ujar Kepala BPOM. (sumber: BPOM)

 

Jakarta- BPOM menindak tegas peredaran obat dan makanan ilegal yang dilakukan melalui jalur perdagangan online. Temuan tersebut diperoleh dari platform marketplace Shopee dengan akun “apotik_resmi” (https://shopee.co.id/apotik_resmi). Akun tersebut diketahui telah menjual beragam jenis obat dan makanan ilegal dengan volume penjualan lebih dari 10.000 paket dan nilai ekonomi penjualan lebih dari Rp18 miliar.

Tim Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) BPOM bersama personil dari Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI (Biro Korwas PPNS Bareskrim Polri) melakukan penindakan terhadap lokasi rumah Tempat Kejadian Perkara (TKP). Penindakan di tiga rumah kontrakan yang beralamat di Jl. Sukahati, Kp. Muara Beres No. 7 RT. 02/RW. 04, Sukahati, Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat dilakukan pada Rabu (10/05/2023) pukul 13.00 WIB.

Kepala BPOM RI, Penny K. Lukito secara langsung menyampaikan terkait temuan tersebut melalui konferensi pers, Rabu (07/06/2023). Kepala BPOM menyebut bahwa temuan ini merupakan hasil investigasi terhadap informasi yang diterima BPOM bahwa terdapat aktivitas penjualan obat dan makanan ilegal di wilayah Cibinong, Kabupaten Bogor yang digunakan sebagai pusat operasional penjualan.

Modus operandi kejahatan ini  dengan mengedarkan atau menjual obat dan makanan kepada masyarakat berdasarkan pesanan langsung kepada pelaku sebagai pemilik akun “apotik_resmi” maupun pesanan dari dropshipper yang dikirimkan ke akun tersebut. “Pelaku mengelabui masyarakat dengan menggunakan nama akun di marketplace seolah-olah merupakan akun resmi dengan nama “apotik_resmi”,” jelas Kepala BPOM.

Untuk mekanisme penjualan yang dilakukan, ketika pelaku menerima pesanan dari marketplace, pelaku akan membuat resi pesanan berisi informasi jenis dan jumlah produk yang dipesan disertai dengan alamat tujuan pengiriman. Resi tersebut dikirimkan kepada karyawan yang berada di gudang penyimpanan melalui aplikasi WhatsApp. Selanjutnya, karyawan menyiapkan pesanan untuk dikemas dan dikirimkan kepada pemesan yang tersebar di wilayah Jabodetabek dan Bandung menggunakan jasa ekspedisi.

Dari Tempat Kejadian Perkara (TKP), BPOM menemukan dan menyita sejumlah barang bukti sediaan farmasi ilegal berupa obat, obat tradisional, suplemen kesehatan, kosmetika, dan pangan olahan ilegal yang tidak memiliki izin edar sebanyak 700 item (22.552 buah). “Barang bukti yang diamankan ditaksir memiliki nilai keekonomian sebesar Rp10.218.000.000,00 (sepuluh miliar dua ratus delapan belas juta rupiah),” papar Kepala BPOM.

Obat dan makanan ilegal yang ditemukan diduga tidak menerapkan cara pembuatan yang baik dalam proses pembuatannya serta dengan dosis yang tidak diketahui, sehingga berisiko berdampak buruk terhadap kesehatan jika dikonsumsi masyarakat. Secara rinci, temuan produk ilegal yang diamankan dari TKP adalah sebagai berikut

  1. obat-obatan khusus lelaki ilegal (seperti berbagai jenis Viagra dan Cialis, Vigamax, Japan Tengsu, Soloco, Vitamale, Hajar Jahanam, dll). Obat tersebut mengandung bahan kimia obat (BKO) sildenafil dan tadalafil yang merupakan golongan obat keras dan berisiko menyebabkan serangan jantung hingga kematian jika digunakan tidak sesuai resep dokter atau tidak sesuai dosis;
  2. produk pelangsing ilegal (seperti Slim Strong, Slim Fast, Slimming Pro, dll), mengandung BKO sibutramin yang dapat menimbulkan efek samping seperti jantung berdebar, sesak napas, gelisah, dan halusinasi;
  3. produk suplemen kesehatan palsu (seperti Interlac dan multivitamin berbagai merek) yang diproduksi tidak sesuai dengan persyaratan keamanan dan mutu;
  4. produk kosmetika ilegal (seperti Titan Gel Gold, Super STUD 007, Loveless Moisturizing Gel, dll). Produk tersebut mengandung lidokain dan kloroform yang biasa digunakan untuk anestesi, tetapi dilarang digunakan dalam kosmetika karena tidak aman dan dapat mengiritasi kulit; dan
  5. produk pangan olahan palsu (seperti susu Etawaku Platinum, dll.) yang diproduksi tidak sesuai dengan persyaratan keamanan dan mutu.

Berdasarkan hasil gelar perkara penetapan tersangka yang dilaksanakan pada 11 Mei 2023, hasil pemeriksaan saksi-saksi, dan barang bukti yang ditemukan serta petunjuk yang ada, maka perkara tersebut dinilai telah memenuhi dua alat bukti yang cukup untuk dilanjutkan proses penegakan hukumnya. Oleh karena itu, disepakati bahwa pelaku dengan inisial IM (Laki-laki, 35 Tahun) ditingkatkan statusnya dari saksi menjadi tersangka. “Untuk memperlancar proses penyidikan, telah dilakukan penahanan terhadap tersangka di Rutan Salemba cabang Bareskrim Polri sejak 11 Mei 2023,” lanjut Kepala BPOM. []

 

POST TAGS:

Sirop obat membuat heboh dan waswas publik. Badan POM lembaga yang diharapkan bisa mencegah dan menindak produsen yang membuat obat celaka ini. Berikut Penjelasan Badan POM tentang Perkembangan Hasil Pengawasan Sirup Obat

PENJELASAN BPOM RI

NOMOR HM.01.1.2.11.22.179 TANGGAL 17 NOVEMBER 2022

TENTANG

INFORMASI KESEMBILAN PERKEMBANGAN HASIL PENGAWASAN DAN PENINDAKAN TERKAIT SIRUP OBAT YANG MENGANDUNG CEMARAN ETILEN GLIKOL/DIETILEN GLIKOL

Sehubungan dengan hasil investigasi lebih lanjut terkait temuan sirup obat yang mengandung cemaran Etilen Glikol (EG)/Dietilen Glikol (DEG) yang melebihi ambang batas, BPOM menyampaikan informasi sebagai berikut:

  1. BPOM terus berproses menelusuri dan menindaklanjuti kejadian cemaran EG/DEG pada sirup obat hingga ke akar permasalahannya. Tidak hanya sebagai upaya perlindungan kesehatan masyarakat, tetapi hal ini juga menjadi upaya dalam perbaikan sistem jaminan keamanan dan mutu obat di Indonesia.
  2. Berdasarkan hasil pengawasan BPOM melalui penelusuran data registrasi dan sampling post market, sebanyak 168 (seratus enam puluh delapan) produk sirup obat tidak mengandung 4 (empat) pelarut (Propilen Glikol, Polietilen Glikol, Sorbitol, dan/atau Gliserin/Gliserol), sehingga tidak mengandung cemaran EG/DEG dan aman untuk diedarkan. Daftar produk sirup obat yang aman digunakan sepanjang sesuai aturan pakai dapat dilihat pada Lampiran 1.
  3. BPOM melakukan Intensifikasi surveilans mutu produk sirup obat beredar dan bahan baku tambahan dengan metode penelusuran balik sebagai pengembangan pengawasan di jalur distribusi. Verifikasi hasil pengujian bahan baku obat dilakukan secara mandiri oleh Industri Farmasi (IF), termasuk untuk cemaran EG/DEG, dalam rangka memastikan terjaminnya keamanan dan mutu sirup obat. Verifikasi ini dilakukan berdasarkan pemenuhan kriteria, antara lain kualifikasi pemasok, pengujian bahan baku pada setiap kedatangan dan setiap wadah, serta memastikan metode pengujian mengikuti standar/ farmakope terkini.
  4. Berdasarkan verifikasi hasil pengujian bahan baku obat tersebut, terdapat 126 (seratus dua puluh enam) produk dari 15 (lima belas) IF yang dinyatakan telah memenuhi ketentuan sesuai kriteria, sehingga direkomendasikan untuk dapat diedarkan. Daftar produk yang memenuhi ketentuan dan aman digunakan sepanjang sesuai aturan pakai dapat dilihat pada Lampiran 2.
  5. Dengan penjelasan ini, maka informasi produk sirup obat pada Penjelasan BPOM Tentang Informasi Kelima (23 Oktober 2022) dan Keenam (27 Oktober 2022) Hasil Pengawasan BPOM Terkait Sirup Obat yang Tidak Menggunakan Propilen Glikol, Polietilen Glikol, Sorbitol, dan/atau Gliserin/Gliserol, yang sebelumnya dinyatakan aman termasuk dari kelima industri farmasi yang mengandung cemaran EG/DEG, dinyatakan tidak berlaku.
  6. Saat ini, tingkat maturitas IF masih perlu ditingkatkan, utamanya pada 24% IF yang tingkat maturitasnya minimal. Untuk itu, BPOM akan melakukan prioritas pembinaan pada IF tersebut. Selanjutnya, untuk dapat menggambarkan maturitas IF yang lebih komprehensif, maka penilaian maturitas IF, selain penerapan CPOB juga akan mencakup kriteria rekam jejak industri, penerapan farmakovigilans, Good Registration Management (Manajemen Registrasi yang Baik), dan Good Clinical Practice (Cara Uji Klinik yang Baik).
  7. Dalam rangka penanganan kasus Kejadian Tidak Diinginkan (KTD) Gagal Ginjal Akut Progresif Atipikal (GGAPA) dan pencegahan agar kasus ini tidak terjadi lagi, BPOM telah melakukan komunikasi dengan World Health Organization (WHO) melalui WHO Global Surveillance and Monitoring System (GSMS) dalam bentuk Medical Product Alert terkait penanganan kasus KTD GGAPA. Selain itu, BPOM juga menjalin komunikasi terkait standar uji cemaran EG/DEG pada produk jadi dan metode pengujian dengan United States FDA, Thailand FDA, Saudi Arabia FDA, dan National Medical Products Administration (NMPA) Malaysia.
  8. Dari hasil pengawasan dan pengujian terhadap produk jadi dan bahan baku sebelumnya pada 5 (lima) IF diketahui mengandung cemaran EG/DEG hingga mencapai 433-702 kali melebihi ambang batas. Kelima IF tersebut telah diberikan sanksi administratif berupa pencabutan sertifikat Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB), pencabutan izin edar produk sirup obat, penghentian kegiatan produksi, penarikan semua sirup obat dari peredaran, dan pemusnahan semua persediaan (stock) sirup obat. Selain itu, BPOM juga telah memberikan sanksi administratif berupa pencabutan Sertifikat Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB)  terhadap 2 (dua) Pedagang Besar Farmasi (PBF) yang terlibat dalam peredaran bahan baku Propilen Glikol yang Tidak Memenuhi Syarat (TMS).
  9. Industri Farmasi sebagai pemegang izin edar obat bertanggung jawab terhadap mutu, keamanan, dan khasiat produk, termasuk mutu bahan baku yang digunakan, serta wajib melakukan pemantauan khasiat, keamanan, dan mutu obat selama obat diedarkan dan wajib melaporkan hasilnya kepada BPOM. IF harus mematuhi ketentuan, standar, dan regulasi yang berlaku antara lain Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Peraturan Pemerintah Nomor 5 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko, dan Peraturan BPOM  Nomor 24 Tahun 2017 tentang Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Obat.
  10. Dalam pengawasan obat di peredaran, BPOM telah mengidentifikasi adanya gapdalam sistem jaminan keamanan dan mutu obat dari hulu ke hilir, antara lain:
    1. pemasukan Bahan Pelarut yang merupakan komoditi non-lartas yang tidak melalui pengawasan dan tidak memiliki Surat Keterangan Impor (SKI) BPOM;
    2. tidak adanya ketentuan batas cemaran EG/DEG dalam produk obat jadi pada Farmakope Indonesia maupun internasional;
    3. kondisi maturitas IF yang beragam, yang harus dijadikan dasar untuk penetapan kebijakan yang berdampak pada masyarakat luas dan ekonomi);
    4. shortage (kelangkaan) bahan baku obat dan perbedaan harga antara pelarut pharmaceutical grade dengan chemical grade dalam periode tertentu yang dimanfaatkan oleh pelaku kejahatan, sehingga perlu membangun kemandirian bahan baku pelarut;
    5. sistem pelaporan Monitoring Efek Samping Obat (MESO) tidak digunakan oleh tenaga Kesehatan;
    6. tidak adanya efek jera dari perkara hukum selama ini pada kasus kejahatan obat dan makanan (karena belum pernah ada bukti yang menyebabkan kematian).
  11. Terkait perkembangan penindakan yang dilakukan BPOM, telah teridentifikasi beberapa pihak yang memanfaatkan gap (celah) dalam sistem jaminan keamanan dan mutu dari hulu ke hilir, serta kelalaian pihak industri dalam menjalankan tanggung jawab pengawasan dan penjaminan mutu produk, sehingga kejahatan tidak tercegah pada saat masuknya pasokan bahan baku atau eksipien pada rantai produksi.
  12. Untuk memberikan kepastian hukum, keadilan, dan kemanfaatan bagi masyarakat, BPOM telah menindak 5 (lima) IF yang melakukan tindak pidana memproduksi sirup obat mengandung cemaran EG/DEG di atas ambang batas dan 1 (satu) distributor bahan kimia yang melakukan pemalsuan/pengoplosan propilen glikol (PG). Kelima IF dan distributor tersebut adalah PT Yarindo Farmatama, PT Universal Pharmaceutical Industries, PT Afi Farma, PT Samco Farma, PT Ciubros Farma, dan CV Samudra Chemical.
  13. Dari keenam sarana tersebut, BPOM menangani investigasi dan penyidikan terhadap 4 sarana IF. PT Yarindo Farmatama dan PT Universal Pharmaceutical Industries saat ini dalam status penyidikan dan telah dilakukan penetapan tersangka. Terhadap PT Ciubros Farma tengah dilakukan proses penyidikan dan masih dilakukan pemeriksaan saksi dan ahli, untuk selanjutnya dilakukan penetapan tersangka. Sementara terhadap PT Samco Farma, masih dilakukan investigasi dan pendalaman informasi, serta pemeriksaan saksi-saksi untuk segera dapat menetapkan tersangka. Penyidikan terhadap 2 sarana lain, yaitu PT Afi Farma dan CV Samudra Chemical, telah berproses bersama antara BPOM dan Bareskrim Polri.
  14. BPOM telah berkoordinasi dengan pihak terkait seperti Kepolisian dan Kejaksaan Agung untuk dukungan kelancaran proses penindakan dan penegakan hukum sehingga dapat memberikan efek jera bagi pelaku kejahatan.
  15. Penindakan terhadap kejahatan kemanusiaan ini telah dan akan dilakukan secara tegas. BPOM dengan segera berkomitmen melakukan upaya perbaikan dan pencegahan agar tragedi ini tidak terulang. Belajar dari kasus GGAPA dan adanya bukti tindak kejahatan pemalsuan bahan baku obat, IF harus selalu menegakkan sistem jaminan keamanan-mutu obat secara konsisten. BPOM meminta komitmen IF, Gabungan Pengusaha Farmasi Indonesia, dan International Pharmaceutical Manufacturers Group (IPMG) untuk:
    1. memenuhi persyaratan mutu produk sesuai dengan peraturan perundang-undangan, termasuk melakukan kualifikasi pemasok bahan baku;
    2. melakukan penjaminan mutu produk selama beredar di jalur distribusi sampai ke konsumen;
    3. melaporkan kepada BPOM apabila terjadi KTD yang diduga disebabkan produk obat, sebagai early warning pencegahan dan penanggulangan KTD;
    4. melakukan penarikan produk secara sukarela jika terdapat produk yang tidak memenuhi ketentuan, terutama jika terbukti terkait dengan KTD; dan
    5. meningkatkan pembinaan anggota asosiasi dalam menjaga mutu obat guna perlindungan kesehatan masyarakat dan keberlangsungan usaha IF.
  16. Upaya transformasi sistem untuk memperkuat sistem jaminan keamanan dan mutu obat di Indonesia perlu dilakukan, antara lain melalui penguatan BPOM agar lebih independen dalam melaksanakan tugas dan fungsi sebagai regulator dan pengawas obat dan makanan. Peningkatan peran, tugas, dan fungsi BPOM, selain terkait aspek kesehatan, juga pada aspek ekonomi-industri-perdagangan dan penegakan hukum untuk melindungi masyarakat dari kejahatan terkait obat dan makanan, perlu perkuatan legal payung hukum berupa Undang-Undang dan perkuatan kelembagaan.
  17. Kemandirian bahan baku obat produksi dalam negeri perlu terus dibangun untuk meningkatkan ketahanan sistem kesehatan nasional (resiliensi industri farmasi), serta lebih menjamin mutu dan keamanan obat melalui sinergi dan kolaborasi dengan berbagai pihak.
  18. BPOM akan terus memperbaharui informasi terkait hasil pengawasan sirup obat dalam KTD GGAPA. Komunikasi publik akan efektif jika informasi yang akurat, benar, dan valid dilakukan berkolaborasi dalam kerangka pentahelix (pemerintah, pelaku usaha, akademisi, komunitas masyarakat, dan media) sebagai sinergi kita membangun konsumen cerdas dan berdaya melindungi diri dari obat dan makanan yang berisiko terhadap keseahatan.  (untuk informasi lebih lanjut silakan klik https://www.pom.go.id/new/view/direct/klarifikasi_sirup_obat)
POST TAGS:

Jakarta – Saat ini Indonesia sedang mengalami peningkatan lonjakan kasus COVID-19 yang disebabkan oleh penyebaran virus corona varian Delta. Dalam perjuangan menghadapi varian baru, Badan POM kembali menambah jajaran vaksin yang dapat digunakan sebagai langkah preventif dari penyebaran COVID-19 di Indonesia dengan menerbitkan Emergency Use Authorization (EUA) untuk salah satu jenis vaksin dari platform mRNA.

 

“Menambah dari jenis vaksin COVID-19 yang ada saat ini, Badan POM pada hari Rabu, 14 Juli 2021, telah menerbitkan EUA untuk satu jenis vaksin COVID-19 yang dikembangkan dengan platform mRNA, yaitu Vaksin Comirnaty yang diproduksi oleh Pfizer and BioNTech,” ujar Kepala Badan POM RI, Penny K. Lukito dalam Konferensi Pers yang digelar secara daring, Kamis (15/07).

 

“Vaksin ini digunakan dengan indikasi pencegahan COVID-19 yang disebabkan oleh SARS-CoV-2 untuk orang berusia 12 tahun ke atas. Diberikan secara injeksi intramuscular, dosis 0,3 mL dengan 2 kali penyuntikan dalam rentang waktu 3 (tiga) minggu,” jelas Kepala Badan POM.

 

Berdasarkan data uji klinik fase 3, efikasi vaksin Pfizer pada usia 16 tahun ke atas menunjukan  keberhasilan sebanyak 95,5% dan pada remaja usia 12-15 tahun sebesar 100%. Data imunogenisitas menunjukkan pemberian 2 dosis vaksin Comirnaty dalam selang 3 minggu menghasilkan respons imun yang baik. Selain itu, hasil pengkajian menunjukan bahwa secara umum keamanan vaksin dapat ditoleransi pada semua kelompok usia. Kejadian reaksi yang paling sering timbul dari penggunaan vaksin ini, antara lain nyeri pada tempat suntikan, kelelahan, sakit kepala, nyeri otot, menggigil, nyeri sendi, dan demam.

 

Dalam memberikan persetujuan EUA, Badan POM telah melakukan pengkajian bersama Tim Ahli Komite Nasional Penilai Vaksin COVID-19 dan Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI) terkait dengan keamanan dan efikasi dari Vaksin Pfizer. Penilaian terhadap data mutu vaksin ini juga telah dilakukan dengan mengacu pada pedoman evaluasi mutu vaksin yang berlaku secara Internasional dan hasilnya telah memenuhi standar persyaratan mutu vaksin.

 

“Sebagaimana vaksin dengan platform mRNA yang memiliki spesifikasi penyimpanan khusus dengan menggunakan ultra low temperature (suhu -90° sampai -60° C), vaksin ini tentu perlu dikawal dalam proses pendistribusiannya. PT. Pfizer sebagai produsen telah menyiapkan sarana dan prasarana yang dibutuhkan sampai ke titik penyuntikan (tempat pelaksanaan vaksinasi) di Indonesia,” lanjut Kepala Badan POM lagi.

 

Kepala Badan POM turut menyampaikan apresiasi atas kerja keras dan kerja sama dari Kementerian dan Lembaga terkait, seperti Kementerian Kesehatan, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan lintas sektor lainnya yang telah mendatangkan vaksin COVID-19 dengan berbagai upaya. Apresiasi juga disampaikan kepada Tim Ahli Komite Nasional Penilai Vaksin COVID-19 dan ITAGI yang telah bersama-sama melakukan pengkajian secara intensif, sehingga dapat diterbitkan EUA Vaksin Pfizer ini.

 

Mengakhiri konferensi pers hari ini, Kepala Badan POM mengimbau agar masyarakat bijak dan berhati-hati dalam mengkonsumsi obat-obatan yang digunakan dalam mengobati COVID-19. Penggunaan obat-obatan antivirus, antiparasit, dan antibiotik yang merupakan obat keras harus berdasarkan petunjuk dokter yang diperoleh melalui konsultasi langsung maupun melalui telemedicine. Pembelian obat keras harus menggunakan resep dokter di sarana kefarmasian yang resmi.

 

Masyarakat juga diimbau untuk tetap mendukung program Pemerintah dalam penanggulangan COVID-19 di Indonesia, serta tetap menerapkan protokol kesehatan 6M: Memakai masker, Menjaga jarak, Mencuci tangan, Membatasi mobilitas, Menjauhi kerumunan, dan Menghindari makan bersama. (sumber: BPOM)

POST TAGS:

PENJELASAN BPOM RI

TENTANG

SUSU KENTAL MANIS (SKM)

 

 

Sehubungan dengan merebaknya informasi tentang “Susu Kental Manis” (SKM), maka BPOM RI memandang perlu memberikan penjelasan sebagai berikut:

 

  1. Subkategori susu kental dan analognya (termasuk di dalamnya SKM) merupakan salah satu subkategori dari kategori susu dan hasil olahannya. Subkategori/jenis ini berbeda dengan jenis susu cair dan produk susu, serta jenis  susu bubuk, krim bubuk, dan bubuk analog.
  2. Karakteristik jenis SKM adalah kadar lemak susu tidak kurang dari 8% dan kadar protein tidak kurang dari 6,5% (untuk plain). Susu kental dan analog lainnya memiliki kadar lemak susu dan protein yang berbeda, namun seluruh produk susu kental dan analognya tidak dapat menggantikan produk susu dari jenis lain sebagai penambah atau pelengkap gizi.
  3. Susu kental dapat digunakan untuk toping dan pencampur pada makanan atau minuman (roti, kopi, teh, coklat, dll).
  4. BPOM RI telah melakukan Focus Group Discussion (FGD) Reviu Pengaturan SKM, perkuatan pengawasan promosi dan penandaan SKM, sosialisasi tentang SKM dan produk sejenis agar SKM diproduksi, diedarkan, digunakan dan dikonsumsi dengan tepat.
  5. Surat edaran No HK.06.5.51.511.05.18.2000 tahun 2018 tentang Label dan Iklan pada produk Susu Kental dan Analognya (subkategori pangan 01.3) yang ditujukan kepada seluruh produsen/importir/distributor SKM menegaskan label dan iklan SKM tidak boleh menampilkan anak usia di bawah 5 tahun dan tidak diiklankan pada jam tayang acara anak-anak.
  6. Berdasarkan hasil pengawasan BPOM RI terhadap iklan SKM di tahun 2017 terdapat 3 iklan yang tidak memenuhi ketentuan karena mencantumkan pernyataan produk berpengaruh pada kekuatan/energi, kesehatan dan klaim yang tidak sesuai dengan label yang disetujui. Iklan tersebut sudah ditarik dan tidak ditemukan di peredaran.
  7. Masyarakat diminta bijak menggunakan dan mengonsumsi susu kental dan analognya sesuai peruntukannya dengan memperhatikan asupan gizi (khususnya gula, garam, lemak) seimbang.

 

BPOM RI mengajak masyarakat untuk menjadi konsumen cerdas dalam membeli produk pangan. Selalu ingat Cek “KLIK” (Kemasan, Label, izin Edar dan Kedaluwarsa) sebelum membeli atau mengonsumsi produk pangan. Pastikan kemasannya dalam kondisi utuh, baca informasi pada label, pastikan memiliki izin edar dari BPOM RI, dan tidak melewati masa kedaluwarsa. (sumber: BPOM)

 

Jakarta –  Publik kembali diriuhkan soal obat ivermectin yang disebut-sebut bisa sebagai obat Covid-19. BPOM menegaskan belum memberikan izin edar ivermectin sebagai obat covid-19. Status Ivermectin adalah obat cacing dan harus berdasarkan resep dokter.

Setiap obat dan produk makanan dan minuman yang dijual di pasar harus terdaftar dan mendapat izin edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan. Aturan soal izin edar dari BPOM ini tidak saja berlaku untuk perusahaan farmasi yang memproduksi obat secara massal, tapi juga berlaku untuk usaha skala kecil dan rumahan bila ingin menjangkau pasar yang lebih luas.

Selain wajib mengantongi izin usaha seperti Sertifikat Penyuluhan atau SP dan sertifikat produksi pangan-produksi industri rumah tangga atau SPP-PIRT, IE dari BPOM juga diperlukan jika pebisnis makanan, minuman maupun obat-obatan yang ingin merambah pasar yang lebih luas. Untuk mendapatkan IE dari BPOM, Anda harus mendaftarkan produk Anda untuk dilakukan uji klinis apakah aman dikonsumsi atau digunakan oleh konsumen.

Keuntungan mengantongi IE dari BPOM adalah apabila produk dari usaha makanan, minuman atau obat saat diteliti Badan POM terindikasi berbahaya untuk dikonsumsi, maka produsen dapat segera memperbaikinya. Jika Anda menjual produk Anda ke pasar luas tanpa mengantongi izin dari BPOM, apabila produk Anda ternyata kedapatan mengandung bahan yang membahayakan konsumen, Anda harus bersiap-siap berurusan dengan pihak yang berwajib.

Dengan mengantongi izin edar dari BPOM, selain meyakinkan konsumen akan keamanan produk Anda, Anda juga tidak perlu khawatir jika terjadi hal yang tidak diinginkan yang disebabkan oleh produk Anda.

Ada beberapa langkah yang harus ditempuh untuk mendapatkan izin edar dari BPOM dilansir dari laman Indonesia.go.id

1. Hal pertama sebelum melakukan pendaftaran produk ke BPOM adalah, siapkan terlebih dahulu produk Anda beserta dokumen yang diperlukan.

Untuk produk yang didatangkan dari luar negeri alias dengan kode produk ML dari BPOM, yang perlu disiapkan adalah:

a. Salinan sertifikat dari Kementerian Kesehatan atau health certificate dari negara asal.

b. Hasil uji laboratorium negara asal.

c. Label berwarna.

d. Contoh produk minimal tiga buah,

e. Daftar komposisi dan spesifikasi bahan baku produk.

f. Kopi surat izin usaha perdagangan atau SIUP, dan

g. Angka pengenal importir umum atau API-U.

Sementara untuk produk yang dibuat di dalam negeri dengan kode MD, yang perlu dipersiapkan selain izin prinsip dan SIUP adalah;

a. Lampiran hasil uji laboratorium.

b. Label berwarna atau hak paten.

c. Contoh produk yang akan diuji sebanyak tiga buah.

2. Daftarkan badan usaha Anda ke BPOM terlebih dahulu sebelum mendaftarkan produk yang akan diuji untuk mendapatkan IE. Pendaftaran badan usaha bisa dilakukan secara daring dengan mengakses laman pendaftaran e-bpom di http://e-bpom.pom.go.id/.

Adapun cara daftarnya yaitu:

a. Setelah laman tersebut ditampilkan, klik “Registrasi Baru”

b. Setelah form pendaftaran ditampilkan isi sesuai dengan data yang dibutuhkan seperti Data Perusahaan, Data Penanggung Jawab serta Data Login Anda.

c. Masukkan data pemeriksaan sarana oleh balai atau PSB yang dimiliki pabrik lokal dengan mengunggah file dokumen yang disyaratkan seperti data produk, spesifikasi bahan baku produk, data hasil analisa laboratorium, data informasi nilai gizi atau ING, dan data klaim produk.

d. Setelah itu tunggu hasil pemeriksaan, apakah permohonan registrasi perusahaan disetujui atau ditolak oleh petugas BPOM.

e. Hasil pemeriksaan akan disampaikan via surel, jadi pastikan bahwa email yang didaftarkan merupakan alamat yang valid.

Selain via daring, Anda juga dapat secara langsung mendatangi BPOM Pusat maupun Balai Besar POM di daerah Anda. Adapun kelengkapan yang perlu disiapkan adalah:

a. Salinan dokumen seperti data produk.

b. Spesifikasi bahan baku produk.

c. Data hasil analisa laboratorium.

d. Data informasi nilai gizi atau ING, dan

e. Data klaim produk.

Masukkan syarat-syarat tersebut dan selanjutnya akan dilakukan proses verifikasi. Jika dinyatakan lulus verifikasi yang ditandai dengan terbitnya Surat Persetujuan Pendaftaran atau SPP, nantinya Anda akan diminta melakukan pembayaran sesuai dengan Surat Perintah Bayar atau SPB sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak atau PNBP.

Ada pun biaya yang dikeluarkan untuk mendaftarkan produk Anda ke BPOM tergantung asal produk tersebut, jika produk tersebut dari dalam negeri untuk registrasinya sekitar Rp 100 ribu per produk yang akan diajukan. Sementara untuk jasa notifikasi kosmetika dari luar ASEAN akan dikenai biaya Rp 1,5 juta per produk dan jika dari dalam ASEAN sebesar Rp 500 ribu per produk.

Bagi Anda yang ingin melakukan perpanjangan maupun registrasi ulang yang biasanya berlaku setiap lima tahun sekali, Anda akan dikenai biaya Rp 1 juta per produk untuk kategori usaha kecil obat tradisional. Sementara untuk sertifikasi Cara Pembuatan Kosmetika yang Baik atau CPKB, Anda akan dikenakan biaya Rp 5 juta per sertifikatnya..

3. Selanjutnya bukti pembayaran tersebut kemudian diunggah ke laman e-bpom dengan melakukan login terlebih dulu. Bukti pembayaran itu kemudian akan diverifikasi bersama data permohonan registrasi produk dan rancangan label produk.

Perlu Anda ketahui sebelum mendaftarkan produk Anda ke BPOM, untuk mendapatkan Izin Edar dari BPOM,  membutuhkan waktu yang lama lantaran harus melewati sejumlah tahapan dengan proses panjang dan memerlukan uji klinis. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa bahan dan produk yang akan dijual aman untuk dikonsumsi atau dipakai masyarakat. (sumber: tempo.co)

 

POST TAGS: