Makassar – Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI Taruna Ikrar mengatakan lembaganya akan terus menindak tegas produk-produk kosmetik yang mengandung bahan berbahaya. Daerah yang menjadi fokus perhatian tidak hanya Makassar tapi jiga Medan, Surabaya, Pekanbaru, Bandung, hingga Mataram.

 

“Jadi pada intinya kami melalukan penindakan di seluruh Indonesia,” kata Taruna Ikrar setelah memberikan Kuliah Umum bertema “Riset Inovasi Menuju World Class University” di Aula Prof Baharuddin Lopa, Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin (Unhas) pada Senin, 23 Desember 2024.

 

Terhadap kasus kosmetik illegal di Makassar, Taruna menekankan memang itu sudah menjadi tigas BPOM. “Kami berkomitmen untuk menindak produk yang tidak sesuai aturan,” ujarnya.
Kosmetik illegal menjadi perhatian BPOM karena demikian masif beredar di masyarakat. Melalui iklan di media sosial, kosmetik ini menyasar, khususnya para wanita muda, yang menginginkan wajah putih. Celakanya, kosmetik itu mengandung bahan berbahaya seperti mercuri. (rin)

 

Jakarta – Sehari setelah dilantik, Kepala BPOM Taruna Ikrar, Selasa 20 Agustus 2024, menghadap Presiden Jokowi di Istana Merdeka. Dalam pertemuan tersebut dibahas beberapa poin yang menjadi perhatian Presiden terkait dengan penanganan kesehatan, termasuk penyediaan obat, tingginya harga obat di Indonesia, dan perlunya inovasi baru di bidang obat termasuk obat bahan alam.

 

Presiden, dalam pertemuan itu, menekankan perlunya kemudahan akses bagi masyarakat terhadap obat-obat esensial yang diperlukan dalam pengobatan. Pemerintah memberikan perhatian serius terhadap penanganan penyakit salah satunya kanker yang memberikan beban penyakit tertinggi di Indonesia. Diperlukan penanganan yang baik terhadap permasalahan terkait penyakit kanker sehingga dapat memperluas akses terapi secara komprehensif.

 

Untuk dapat menyelesaikan berbagai tantangan terkait dengan kesehatan ini, Presiden Jokowi menginstruksikan beberapa hal kepada Kepala BPOM yang baru. Instruksi yang diberikan ini termasuk meningkatkan koordinasi dan sinergi dengan kementerian/lembaga (K/L) lain yang terkait. Jokowi menginginkan ada aksi nyata segera untuk menurunkan harga obat tertentu yang masih tinggi agar terjangkau oleh masyarakat.

 

Taruna Ikrar merespons secara positif instruksi yang diberikan oleh Presiden dan akan segera menindaklanjuti dengan berkoordinasi bersama lintas sektor. Taruna juga menjelaskan bahwa  tingginya harga obat ini dapat dipengaruhi beberapa hal, termasuk biaya promosi atau iklan. Hal ini juga perlu dikoordinasikan dengan Kementerian Kesehatan yang berwenang melakukan kajian dan evaluasi terhadap harga eceran tertinggi (HET) sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 98 Tahun 2015 tentang Pemberian Informasi Harga Eceran Tertinggi Obat.

“Terkait dengan inovasi yang harus dikembangkan ini Pak Presiden, inovasi banyak terlahir dari kampus-kampus sebagai hasil riset. Kami akan menjembatani inovasi yang dilakukan oleh kampus dengan industri sehingga hasil penelitian bisa direalisasikan oleh industri farmasi menjadi produk yang aman dan bermutu serta dapat memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat,” ujar  Taruna.

Taruna menyatakan,untuk memenuhi kebutuhan industri obat dan obat bahan alam yang diperlukan dan belum ada di Indonesia telah menjadi perhatian utama BPOM. BPOM telah memulai persiapan menuju perolehan status WHO Listed Authority (WLA) sejak November 2023 lalu. WLA ini merupakan pengakuan WHO terkait dengan level otoritas regulator obat dan makanan kelas dunia, sebuah pengakuan WHO untuk negara-negara yang memiliki kinerja advanced untuk diakui secara global.

“Apabila kita sudah mendapatkan status WLA ini, maka kita telah diakui memiliki standar yang sama dengan beberapa negara maju di dunia di antaranya Amerika, Swiss, Belgia, Prancis, Singapura, dan Korea Selatan,” ujar Taruna. Nantinya, lanjut Taruna,  pengakuan ini akan berpengaruh terhadap negara-negara di dunia. Mereka akan memberikan kepercayaan besar kepada produk Indonesia untuk memasuki pasar mereka dan bisa sebaliknya, obat inovasi akan bisa diakses langsung di Indonesia. []

POST TAGS:

Jakarta – BPOM gelar Media Briefing terkait Hasil Intensifikasi Pengawasan Kosmetik pada Klinik Kecantikan Tahun 2024 pada Rabu (03/04/2024) di Aula Bhineka Tunggal Ika BPOM. Kegiatan ini dihadiri  para jurnalis media nasional serta melibatkan asosiasi profesi kesehatan, antara lain Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), dan Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia (PERDOSKI).

Peredaran kosmetik, terutama produk perawatan kulit, semakin meningkat seiring dengan kebutuhan masyarakat untuk terlihat cantik dan menarik. Hal ini menyebabkan sarana yang mengedarkan kosmetik pun semakin tumbuh pesat. Tidak terkecuali pada klinik pratama yang memberikan pelayanan estetika atau yang populer di masyarakat sering disebut sebagai klinik kecantikan.

Berdasarkan hasil pengawasan BPOM, diketahui beberapa klinik kecantikan mengedarkan produk yang tidak sesuai ketentuan. Temuan produk yang tidak sesuai tersebut meliputi kosmetik mengandung bahan dilarang (termasuk skincare beretiket biru yang tidak sesuai ketentuan), kosmetik tanpa izin edar, kedaluwarsa, dan produk injeksi untuk tujuan memelihara kecantikan.

Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan, dan Kosmetik, Mohamad Kashuri mengatakan bahwa pada tahun 2024, BPOM melakukan pengawasan kosmetik secara tematik dan berkala. “Tahun 2024 ini kita mencoba untuk meng-cluster (pengawasan kosmetik) secara berkala dan fokus supaya intervensinya juga baik. Oleh karena itu, pada kesempatan ini, kami sampaikan hasil intensifikasi pengawasan pada klinik kecantikan,” ucapnya.

Ia menerangkan, intensifikasi pengawasan pada klinik kecantikan ini dilakukan secara serentak di seluruh Indonesia bersama 76 unit pelaksana teknis (UPT) BPOM selama 5 hari, yaitu pada tanggal 19–23 Februari 2024. “Pengawasan yang kami lakukan tetap berkala tiap bulan, tapi yang kami sampaikan saat ini adalah potret dari hasil pengawasan serentak di seluruh Indonesia terhadap sarana klinik kecantikan. Dari 731 sarana klinik kecantikan yang diperiksa, hasilnya 239 sarana (33%) tidak memenuhi ketentuan,” papar Mohamad Kashuri.

Data pengawasan BPOM menyebutkan pelanggaran yang ditemukan pada klinik kecantikan tersebut antara lain berupa kosmetik mengandung bahan dilarang (5.937 pcs), skincare beretiket biru yang tidak sesuai ketentuan (2.475 pcs), kosmetik tanpa izin edar (37.998 pcs), kosmetik kedaluwarsa (5.277 pcs), dan produk injeksi kecantikan (104 pcs). Total temuan produk yang diawasi dalam kegiatan ini sejumlah 51.791 pcs dengan nilai keekonomian mencapai Rp2,8 miliar.

Hasil pengawasan juga menunjukkan ada 5 wilayah pengawasan UPT dengan jumlah produk temuan yang besar. Pada cakupan wilayah kerja Loka POM di Kabupaten Bungo, Balai Besar POM di Pekanbaru, dan Balai Besar POM di Surabaya, temuan didominasi skincare beretiket biru yang tidak sesuai ketentuan. Kemudian, di cakupan wilayah kerja Balai POM di Tarakan dan Balai Besar POM di Samarinda, temuan didominasi kosmetik tanpa izin edar.

Sementara itu, skincare beretiket biru yang tidak sesuai ketentuan juga ditemukan pada cakupan wilayah kerja 21 UPT BPOM dengan nilai keekonomian sebesar Rp170 juta. Skincare beretiket biru yang tidak sesuai ketentuan merupakan produk perawatan kulit yang ditambahkan bahan obat keras tanpa resep atau pengawasan dokter, dibuat secara massal dan dilabeli dengan etiket biru, serta diedarkan secara online. Penggunaan bahan obat keras pada kosmetik tanpa resep atau pengawasan dokter seperti ini tentunya berisiko terhadap kesehatan.

Selain itu, kosmetik tanpa izin edar juga masih ditemukan terdapat di klinik kecantikan hampir di seluruh wilayah Indonesia dengan nilai keekonomian sebesar Rp1,7 miliar. Risiko kesehatan yang ditimbulkan dari penggunaan kosmetik tanpa izin edar sama dengan risiko dari penggunaan kosmetik mengandung bahan berbahaya/dilarang.

Dalam kegiatan intensifikasi pengawasan kali ini, nilai keekonomian produk kosmetik yang ditemukan di klinik kecantikan dan mengandung bahan berbahaya senilai Rp323 juta. Bahan dilarang berupa hidrokuinon, klindamisin, asam retinoat, fluosinolon, dan steroid ditemukan pada produk-produk tersebut.

Pada klinik kecantikan juga ditemukan produk injeksi kesehatan dengan nilai keekonomian sebesar Rp121 juta. Produk injeksi kecantikan tanpa izin edar atau digunakan tidak sesuai ketentuan ini contohnya adalah injeksi vitamin C dan injeksi botoks. Produk ini didaftarkan sebagai kosmetik namun diinjeksikan, tentunya cara penggunaan melalui injeksi tidak sesuai dengan penggunaan produk kosmetik yang seharusnya. Selain itu, berisiko besar terhadap kesehatan karena tidak ada jaminan keamanan, manfaat, dan mutunya.

Setelah memaparkan temuan hasil intensifikasi pengawasan, selanjutnya Mohamad Kashuri memaparkan tindak lanjut yang dilakukan BPOM terhadap temuan tersebut. Ia menjelaskan bahwa pemberian sanksi administratif telah dilakukan berupa pemusnahan dan perintah penarikan produk, serta pemberian peringatan kepada klinik kecantikan, sampai pencabutan izin edar produk. Apabila nantinya ditemukan pelanggaran berulang, maka dapat dilanjutkan ke proses pro-justitia.

Ketua IAI, Noffendri menyebutkan bahwa organisasinya bersama BPOM secara intensif melakukan pengawasan terhadap apoteker, tidak hanya yang berkarir di apotek, namun juga di klinik. Ia juga berterima kasih untuk pengawasan yang dilakukan BPOM dengan melibatkan IAI. “Kami juga berterima kasih karena setiap pelanggaran atau temuan yang didapatkan, BPOM selalu sampaikan ke IAI. Kami selalu melakukan follow up, kemudian melakukan pembinaan kepada apoteker yang ditemukan di sarananya produk-produk yang disampaikan tadi,” ungkapnya.

Perwakilan IDI, dr. Slamet Sudi Santoso, menyoroti banyaknya masyarakat yang mudah percaya dengan dokter yang melakukan endorsement atau mengiklankan produk kecantikan yang belum tentu aman digunakan. ”Kami dari IDI melihat ini merupakan PR bersama, tidak bisa hanya BPOM saja. Perlu dilakukan edukasi oleh dokter, tapi tidak boleh bawa brand namun dokter-dokter juga harus diedukasi, dibina bahwa mereka tidak boleh mengejar keuntungan semata, tapi keamanan dan mutu (produk) itu yang perlu diutamakan,” ujarnya [BP POM]

POST TAGS:

Jakarta –  BPOM menggelar kegiatan Forum Pertemuan Nasional Pelaku Usaha Kosmetik dalam Membangun Ketaatan pada Regulasi, Senin 10 Juli 2023. Kegiatan pertemuan nasional ini merupakan langkah gerakan bersama dari BPOM dengan industri kosmetik penerima kontrak dan potential partner secara hybrid (offline dan online). Rangkaian meliputi live talkshow yang mengangkat tema “Prospek & Tantangan Kosmetik Kontrak”, Series Podcast POSITIF (Podcast Kosmetik Inspiratif), dan Virtual Expo Kontrak Produksi Kosmetik.

 

Menurut Kepala BPOM, Penny K. Lukito, kegiatan ini bertujuan meningkatkan pemahaman entrepreneur kosmetik dalam memahami regulasi kontrak produksi kosmetik. Bagi internal BPOM, terutama Unit Pelaksana Teknis (UPT), kegiatan ini dapat menciptakan kemitraan dengan industri penerima kontrak produksi dan badan usaha pemilik notifikasi (BUPN).

 

“Program ini dirancang untuk menambah wawasan dan pengetahuan BUPN kosmetik agar mematuhi regulasi dan peningkatan daya saing, sehingga dapat mengembangkan kosmetik yang  memenuhi ketentuan,” kata Penny K. Lukito.

 

Menurut Kepala BPOM, program tersebut diluncurkan salah satunya untuk menjawab tantangan yang masih banyak dihadapi industri kosmetik. Saat ini, geliat pertumbuhan bisnis kosmetik secara global maupun di Indonesia terbilang pesat. Sebagian besar rising star pelaku usaha kosmetik berawal dari startup atau usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). Lebih dari 50% nomor izin edar (NIE) produk yang disetujui BPOM lima tahun terakhir adalah NIE kosmetik, yang mengindikasikan besarnya pertumbuhan usaha kosmetik.

 

Melihat hal tersebut, BPOM merespons dan memberi dukungan melalui adanya fleksibilitas, yaitu pelaku usaha kosmetik yang belum memiliki fasilitas produksi dapat memiliki izin edar produk berupa notifikasi dengan melakukan kontrak produksi ke industri kosmetik yang telah memiliki sertifikat cara pembuatan kosmetik yang baik (CPKB). Pelaku usaha tersebut dapat berupa usaha perorangan atau BUPN Kosmetik.

Berdasarkan data notifikasi BPOM, jumlah pemilik izin edar kosmetik didominasi oleh BUPN, yaitu sebanyak 1.772 BUPN kosmetik atau 47% dari total pemilik izin edar kosmetik yang tersebar hampir di seluruh Indonesia. Namun demikian, hasil pengawasan BPOM masih menunjukkan adanya sejumlah pelanggaran terkait penerapan kontrak produksi kosmetik, yaitu produk tanpa izin edar (TIE), produk palsu, kosmetik mengandung bahan berbahaya, dan iklan kosmetik yang menyesatkan.

 

Hasil pengawasan BPOM selama tahun 2020—2022 terhadap sarana BUPN menunjukkan kecenderungan peningkatan sarana yang tidak memenuhi ketentuan hingga mencapai 25% dari jumlah sarana yang diperiksa pada tahun 2022. Selain itu, pada tahun 2022, Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) BPOM melakukan penyidikan pada 76 perkara tindak pidana kosmetik dengan nilai keekonomian Rp23,9 miliar. Nilai ini merupakan 48,2% dari total produk obat dan makanan ilegal dan/atau mengandung bahan berbahaya yang ditemukan oleh BPOM. ”Selain unsur kesengajaan dari pelaku usaha, sebagian pelanggaran disebabkan pelaku usaha belum memahami regulasi kontrak produksi, termasuk tanggung jawab terhadap kualitas kosmetik di peredaran,” ujar Penny.

 

”Untuk itu, kami berkomitmen memperkuat pengawasan pre- dan post-market untuk mengatasi kecenderungan pelanggaran tersebut. Kegiatan yang dilaksanakan hari ini kami tujukan sebagai upaya preventif dalam menangani masalah pelanggaran, yaitu dengan meningkatkan pemahaman pelaku usaha terhadap regulasi kontrak produksi kosmetik, terutama bagi usaha mikro, kecil, dan startup,” lanjutnya. [fokussehatdotcom]

 

POST TAGS: