Jakarta –  Pelaksanaan vaksinasi COVID-19 sudah masuk pada tahap 2 untuk pelaksanaan vaksinasi bagi Lansia dan petugas pelayanan publik. Vaksinasi untuk Lansia akan dimulai di ibu kota provinsi untuk seluruh provinsi di Indonesia, di prioritaskan di Jawa Bali.
Saat ini 7 juta vaksin sudah siap untuk didistribusikan dan akan segera sampai di 34 provinsi. Vaksinasi ini akan fokus di provinsi yang ada di Jawa Bali sehingga vaksinasi ini akan didistribusikan sesuai dengan proporsi di mana Jawa-Bali mendapatkan kurang lebih 70% dari proporsi vaksin yang ada saat ini.
Jubir Vaksinasi COVID-19 dr. Siti Nadia Tarmizi, M.Epid mengatakan dengan keterbatasan vaksin maka vaksinasi ini akan diutamakan bagi kelompok Lansia yang berada di atas 60 tahun yang ada di seluruh Provinsi DKI Jakarta dan juga ibukota provinsi di 33 provinsi yang ada.
”Jadi selain untuk seluruh Kotamadya yang ada di DKI Jakarta vaksinasi juga akan dilakukan di ibu kota provinsi di 33 provinsi seperti Kota Bandung untuk provinsi Jawa Barat, Kota Denpasar untuk Bali, Kota Medan untuk Provinsi Sumatera Utara, Kota Makassar untuk Sumatera Selatan dan seterusnya,” katanya dalam Konferensi Pers secara virtual.
Pelaksanaan vaksinasi COVID-19 dengan fokus Jawa-Bali mengingat terdapat banyaknya jumlah Lansia di provinsi-provinsi tersebut dan merupakan daerah dengan penularan COVID-19 yang tinggi. Pada prinsipnya, semua Lansia akan divaksinasi tapi untuk tahap pertama karena vaksinnya terbatas hanya sebagian Lansia yang akan divaksinasi.
Pada pelaksanaannya terdapat dua pilihan mekanisme pendaftaran bagi masyarakat lanjut usia. Pilihan pertama vaksinasi akan diselenggarakan di fasilitas kesehatan masyarakat baik di Puskesmas maupun rumah sakit milik pemerintah dan swasta.
Peserta dapat mendaftar dengan mengunjungi website Kementerian Kesehatan yaitu www.kemkes.go.id dan website Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN) di covid19.go.id.
Di kedua website tersebut akan tersedia link atau tautan yang dapat diklik oleh sasaran vaksinasi masyarakat lanjut usia. Di dalamnya terdapat sejumlah pertanyaan yang harus diisi.
Dalam mengisi data tersebut peserta lanjut usia dapat meminta bantuan anggota keluarga lain atau melalui kepala RT atau RW setempat. ”Jadi proses pendaftaran ini sasaran vaksinasi bisa dibantu oleh keluarga ataupun RT/RW setempat,” tutur dr. Nadia.
Dengan adanya tautan yang baru ini maka tautan yang sudah beredar sudah tidak dapat dipergunakan kembali. Bagi peserta atau sasaran vaksinasi masyarakat lanjut usia yang sudah sempat mengisi tautan tersebut, tambah dr. Nadia, tidak perlu khawatir karena pemerintah pastikan bahwa data dijamin aman dan tersimpan di dalam data yang ada di Dinas Kesehatan Provinsi dimana peserta tinggal.
Setelah peserta mengisi data di website tersebut maka seluruh data peserta akan masuk ke dinas kesehatan provinsi masing-masing. Selanjutnya Dinas Kesehatan akan menentukan jadwal dan termasuk hari, waktu, serta lokasi pelaksanaan vaksinasi kepada masyarakat lanjut usia.
Selanjutnya pilihan kedua adalah mekanisme melalui vaksinasi massal yang dapat diselenggarakan oleh organisasi atau institusi yang bekerjasama dengan Kementerian Kesehatan atau Dinas Kesehatan. Adapun contoh organisasi dan institusi yang dapat menyelenggarakan vaksinasi misalnya seperti organisasi untuk para pensiunan ASN, Pepabri atau Veteran Republik Indonesia.
Organisasi lain juga bisa menyelenggarakan vaksinasi secara massal seperti organisasi keagamaan ataupun organisasi kemasyarakatan. Syaratnya organisasi tersebut harus bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan atau dinas kesehatan provinsi kabupaten/kota untuk dapat melaksanakan vaksinasi massal.
Untuk mengantisipasi kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI) di setiap tempat pelaksanaan vaksinasi harus menyediakan contact person perwakilan dari vocal Point yang berasal dari kabupaten/kota atau provinsi tersebut. Contact person tersebut harus dapat dihubungi oleh panitia penyelenggara ataupun pasien.
”Meskipun nanti sudah di vaksinasi kita tetap harus melaksanakan program kesehatan 3M (mencuci tangan, memakai masker, dan menjaga jarak) meskipun kita telah divaksinasi. Karena kemungkinan kita untuk terpapar virus akan tetap ada namun kemungkinan untuk penderita gejala parah akan semakin kecil,” kata  Nadia. (sumber: Kemenkes)
POST TAGS:

Ambon – Presiden RI Joko Widodo, Kamis 25 Maret 2021, meresmikan Operasional RSUP DR. J Leimena Ambon, yang merupakan RSUP pertama di kawasan Indonesia Timur.  Hadir dalam peresmian itu Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan dan Kementerian Kesehatan Prof. dr. Abdul Kadir, Ph.D, Sp.THT-KL (K).

Dalam pidatonya  Jokowi berharap kehadiran RSUP dr. J. Leimena akan memberikan kualitas layanan kesehatan yang prima untuk masyarakat Indonesia Bagian Timur, utamanya di Provinsi Maluku dan Kota Ambon.
”Ini adalah rumah sakit yang sangat besar sehingga kita harapkan Indonesia Bagian Timur bisa dilayani di rumah sakit dr. J. Leimena ini,” ujar Presiden.

Menurut Abdul Kadir  proses pembangunan RSUP DR. J Leimena sejak 2017. ”Saat ini RSUP DR J Leimena telah memiliki sumber daya manusia berjumlah 461 orang. Di antaranya 12 Dokter Spesialis, 14 Dokter Umum dan 102 Perawat,” ujarnya.

Ia menambahkan,  pada  2020, RSUP  Leimena menerima 138 CPNS baru dan telah bekerja. Dengan SDM yang ada ini, RSUP Dr J Leimena siap memberikan layanan rawat jalan, rawat inap, rawat intensif, layanan operasi, layanan hemodialisis, kemoterapi, dan juga hiperbarik.

Presiden RI juga meninjau pelaksanaan vaksinasi COVID-19 atas 270 orang yang terdiri  warga lanjut usia, tokoh agama, tenaga pengajar dan kependidikan, serta pekerja publik mengikuti vaksinasi massal yang digelar di lokasi yang sama. (sumber: Kemenkes)

POST TAGS:

Sidoarjo – Satu lagi vaksin mulai digunakan di Indonesia, yakni vaksin produksi AstraZeneca. Suntikan perdana menggunakan vaksin ini antara lain  Ketua MUI Jawa Timur KH Hasan Mutawakkil.

”Saya divaksin AstraZeneca. Ayo seluruh umat Islam jangan ragu-ragu. Vaksinasi hukumnya wajib,” kata KH. Hasan, Senin, 22 Maret 2021.

Suntikan perdana ini juga disaksikan Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin yang mendampingi Presiden RI Joko Widodo. Penyuntikan perdana di Pendopo Delta Wibawa Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur.

Presiden Jokowi juga ingin memastikan masyarakat antusia dalam  program vaksinasi sekaligus  memastikan kesiapan baik dari pemerintah kabupaten, rumah sakit, maupun Puskesmas.

Jokowi mengatakan  dirinya sudah bertemu dengan MUI Jawa Timur dan para Kiai di Provinsi Jawa Timur mengenai vaksin astrazeneca.

”Jawa Timur siap diberi vaksin AstraZeneca dan segera akan digunakan di pondok pesantren pondok pesantren yang ada di Jawa Timur. Itu patut kita apresiasi,” katanya.

KH. Hasan Mutawakkil juga mengatakan  Presiden telah bertemu dengan kiai sepuh dan Presiden langsung mendengarkan pendapat dan respon dari para romo kyai, dan para pengasuh pondok pesantren terkait vaksinasi.

”Memang seharusnya (vaksin AstraZeneca) dimanfaatkan program vaksinasi pemerintah karena tujuannya tidak lain untuk menjaga jiwa dan keselamatan rakyat. Tidak ada pemerintah yang akan mencelakakan rakyatnya sendiri,” ucapnya.

Terdapat sejumlah lokasi vaksinasi yang dipersiapkan di Sidoarjo, antara lain Pendopo Kabupaten Sidoarjo, RSUD Sidoarjo, 18 puskesmas dan 10 rumah sakit swasta rujukan COVID-19.

Ada pun pelaksanaan vaksinasi di Kabupaten Jombang selain bertempat di Pendopo Kabupaten Jombang juga akan serentak dilaksanakan di seluruh Puskesmas di Kab Jombang.

Jumlah peserta di Pendopo Kabupaten Jombang sebanyak 150 orang,  terdiri dari para Kiai dari Ponpes Bahrul Ulum Tambakberas, PP Mambaul Maarif Denanyar, PP Salafiyah Safiiyah Tebuireng, dan PP Darul Ulum Rejoso.

Terdapat 4 tim vaksinasi yang berasal dari RSUD Jombang 1 tim, RSUD Ploso 1 tim, Puskesmas Tambakrejo 1 tim, dan Puskesmas Pulo Lor 1 tim,

Vaksin, alat suntik, safety box dan vaccine carrier disiapkan oleh Dinkes Kab Jombang. Mini ICU disiapkan untuk mengantisipasi terjadinya KIPI.(sumber: Kemenkes).

 

POST TAGS:

Jakarta – Kerjasama  Pemerintah dengan pihak swasta terus berlanjut untuk mensukseskan Vaksinasi COVID-19 Tahap II bagi lansia dan Petugas pelayanan Publik. Kementerian Kesehatan bekerjasama dengan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Alodokter, Homecare24, dan klinik Doctora. melaksanakan vaksinasi drive thru bagi Lansia dan Pekerja Pariwisata. Ditargetkan sebanyak 4.000 peserta menerima vaksinasi selama sepuluh hari pelaksanaan mulai tanggal 15 25 Maret 2021 di Graha Persahabatan Pondok Indah.

Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan drg Oscar Primadi, Selasa, 16 Maret, 2021, mengapresiasi dan menyambut baik Kerjasama yang sudah berjalan. Hal ini juga merupakan perwujudan dari basis tempat pelaksanaan vaksinasi yang telah ditetapkan pemerintah yaitu di Fasilitas Pelayanan Kesehatan, Institusi, vaksinasi massal, dan vaksinasi bergerak.

”Kerjasama ini sudah kita payungi dengan perjanjian kerjasama yang legal sehingga teman-teman bisa bergerak sebagaimana resminya dengan kerjasama dengan Kementerian Kesehatan. Ini merupakan hal positif untuk kita membuka akses seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mendapatkan akses vaksinasi” ungkap drg Oscar

Co Founder Alodokter Suci Arumsari dan Doctora Klinik Fransisca Tobing berharap dengan kolaborasi ini dapat membantu Indonesia untuk segera terlepas dari pandemi COVID-19. Senada, Theresia Lumban Gaol, founder homecare24 menyampaikan bahwa wujud kerjasama ini merupakan komitmen dalam membantu pemerintah dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat serta bersama-sama berusaha memulihkan Indonesia bebas dari pandemi COVID-19 ungkapnya

Proses pelaksanaan vaksinasi drive thru ini dimulai dari melakukan pendaftaran melalui aplikasi alodoc atau link https://program.alodokter.com/vaksin-covid19-gratis. Selanjutnya peserta hadir ke lokasi vaksinasi sesuai waktu yang telah ditentukan, dan menjalankan proses vaksinasi mulai dari tahap registrasi sampai pemberian sertifikat. Khusus bagi petugas Pariwisata harus menerapkan surat keterangan bekerja di Instutusi yang bersangkutan.

Pola layanan vaksinasi drive thru merupakan inovasi yang sangat baik, memberikan akses kemudahan layanan vaksinasi bagi masyarakat (lansia). Sekjen berharap dengan adanya berbagai Gerakan dan inovasi pelaksanaan vaksinasi, maka target pelaksanaan vaksinasi selama satu tahun ke depan dapat tercapai. []

POST TAGS:

Oleh: Timboel Siregar, Koordinator Advokasi  BPJS Watch

BEBERAPA  pengamat bilang beberapa penyakit katastropik seperti jantung, stroke dan cancer menjadi penyakit dengan pembiayaan terbesar di program JKN. Sepanjang tahun 2020 penyakit Jantung yang dibiayai oleh JKN sebanyak 11.592.990 kasus dengan total biaya Rp. 8,29 Triliun (T), penyakit kenker sebanyak 2.294.114 kasus dengan biaya Rp. 3,13 T, dan penyakit stroke sebanyak 1.789.261 kasus dengan biaya 2,13 T.

Angka-angka tersebut turun bila dibandingkan di tahun 2019. Sepanjang tahun 2019 penyakit Jantung yang dibiayai oleh JKN sebanyak 13.041.463 kasus dengan total biaya Rp. 10,27 T, penyakit kenker sebanyak 2.452.749 kasus dengan biaya Rp. 3,54 T, dan penyakit stroke sebanyak 2.127.609 kasus dengan biaya Rp. 2,54 T.

Tentunya  penurunan jumlah kasus dan biaya ketiga penyakit ini di 2020 disebabkan oleh kondisi pandemic Covid-19 karena pasien katastropik takut berkunjung ke RS.

Bila jumlah kasus dan pembiayaan di tiga jenis penyakit katastropik tersebut turun, berbeda halnya dengan jumlah kasus operasi pembedahan Caesar ringan bagi ibu-ibu yang nilainya naik di 2020 menjadi 770.796 kasus dengan total biaya Rp. 4,21 T. Di tahun 2019 jumlah kasus pembedahan Caesar sebanyak 724.502 kasus dengan biaya Rp. 3,96 T.

Jadi di 2020 pembiayaan paling besar pada Jantung dan kedua adalah operasi Caesar. Tentunya bila di rata-rata maka pembiayaan jantung sebesar Rp. 715.087 per kasus dan operasi Caesar sebesar Rp. 5.461.886 per kasus.

Besarnya pembiayaan operasi Caesar, yang terus menerus menempati urutan pertama dalam list 10 kode INA CBGs Rawat Inap Tingkat Lanjut, sebenarnya sudah lama diduga adanya ketidaktepatan dalam pembiayaan tersebut, namun hingga saat ini Pemerintah dan BPJS Kesehatan belum mampu menjawab dugaan tersebut. Apakah memang para Ibu senang dengan operasi Caesar ketika ingin melahirkan atau memang para Ibu menjadi obyek para oknum dokter?

Melahirkan secara caesar memang akan membuat ibu hamil terbebas dari rasa nyeri yang dialami selama bersalin. Namun, prosedur ini juga bukannya tanpa risiko. Berikut ini adalah beberapa risiko atau komplikasi dari melahirkan secara Caesar yaitu Infeksi (infeksi pada luka operasi), Perdarahan (Risiko untuk kehilangan banyak darah saat operasi caesar cenderung lebih besar dibandingkan saat melahirkan normal), Terjadinya bekuan darah (Bekuan darah yang menyumbat pembuluh darah vena yang ada di tungkai akan menyebabkan deep vein thrombosis), Reaksi anestesi (efek samping obat bius, seperti pusing dan mati rasa yang bertahan lama, bisa saja terjadi), dan Cedera saat pembedahan.

Selain pada ibu, melahirkan secara caesar juga bisa menimbulkan risiko pada bayi. Beberapa risiko yang bisa terjadi adalah Gangguan pernapasan pada bayi dan Kulit tergores (sumber https://www.alodokter.com/risiko-yang-bisa-terjadi-jika-melahirkan-secara-caesar).

Program JKN harus bisa memastikan peserta JKN aman dan terlindungi. Kaum Ibu harus aman dalam pelayanan JKN khususnya dalam proses persalinan. Semoga praktek operasi Caesar di program JKN ini bisa dipastikan sesuai indikasi medis, bukan hasil kepentingan seseorang.

Pastikan Ibu dan bayi bayi kita aman dan sehat. Selamat Hari Perempuan Internasional [].

POST TAGS:

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan kini memiliki direktur utama baru: Ali Ghufron Mukti. Lewat Keputusan Presiden Nomor 37/P tahun 2021, Ali akan mengendalikan BPJS hingga 2026. Ia didampingi tujuh direktur lain. Ali pernah menjabat Wakil Menteri Kesehatan di era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Kita ucapkan “selamat datang” dan “bertugas” Ali Ghufron Mukti. Tantangan besar ada di hadapannya: membawa “kapal BPJS” menjalankan misi yang telah ditetapkan Undang-Undang tentang Kesehatan. Tugas mulia yang maha berat.

BPJS memiliki sejumlah persoalan yang tak terselesaikan di bawah kepemimpinan Fachmi Idris. Kendati di akhir masa jabatannya Fachmi mengklaim BPJS tidak lagi defisit, tapi publik tahu itu, antara lain, disebabkan faktor pandemi Corona -hal yang membuat “pemegang” kartu BPJS merosot tajam menggunakan haknya untuk berobat.

Sebagai lembaga yang ditunjuk negara untuk “meringankan” beban biaya pengobatan masyarakat, BPJS juga belum sepenuhnya berhasil untuk bekerja sama dengan rumah sakit agar problem-problem pelayanan anggota BPJS di rumah sakit bisa memuaskan -atau sedikit memuaskan- anggotanya.

Kita, misalnya, bisa melihat bagaimana banyaknya pasien BPJS yang mengantre sejak subuh hanya untuk bisa mendapatkan nomor lebih cepat –sementara ketika tiba masa berobat- mereka juga harus menunggu berjam-jam karena dokter yang dituju belum muncul-muncul. Kesan “penganak tirian” -karena berstatus “pasien BPJS” tak terhindarkan, tak peduli apakan mereka pemegang kartu BPJS klas II atau klas I sekali pun. Ironis.

Pada tingkat pengobatan -dengan penyakit katastropik- yang memakan besar anggaran BPJS, muncul suara-suara yang “mencurigai” BPJS sengaja tidak mengeluarkan izin sejumlah rumah sakit yang memiliki cath lab menerima pasien BPJS demi menekan anggaran. Padahal rumah sakit tersebut telah memenuhi syarat dan secara historis merupakan rumah sakit rujukan masyarakat sejak dulu seperti RS Jaury Makassar atau bahkan rumah sakit milik pemerintah seperti RS Cibinong, Kabupaten Bogor. Direktur baru BPJS mesti menyelesaikan ini semua –demi masyarakat.

Salah satu kelemahan kepengurusan BPJS periode lalu adalah gagalnya melakukan komunikasi dengan publik –juga media. Terkesan semua kritik yang muncul ke BPJS ditanggapi secara reaktif oleh pengurus BPJS yang cenderung menyalahkan situasi. Dan ini terlihat bagaimana tanggapan-tanggapan atas hal paling sering mengemuka: perihal defisit BPJS. Tim komunikasi atau biro komunikasi (humas) BPJS gagal mencitrakan lembaga ini sebagai lembaga yang “terbuka” terhadap kritik dan “tanggap dan cepat” dalam menerima keluhan publik atau kritik media. Dalam era komunikasi digital sekarang ini memang diperlukan tim komunikasi andal yang bisa menjaga citra lembaga sekaligus memenuhi hak publik –dan media- untuk bertanya.

PR dan tugas besar memang ada di depan Dirut BPJS Ali Ghufron Mukti. Tapi, dengan pengalamannya di dunia kesehatan, kita harap ia dengan cepat membereskan persoalan-persolan di atas. []

 

Jakarta – Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan kini punya direksi baru. Presiden Joko Widodo telah  menunjuk Ali Ghufron Mukti sebagai Direktur Utama BPJS  Kesehatan dengan masa jabatan 2021-2026. Pengangkatan Ali  tertuang melalui  Keputusan Presiden Nomor 37/P Tahun 2021.

Ali Ghufron  menggantikan Dirut lama Fahmi Idris, yang habis masa jabatannya setelah menjabat sejak 2016. Ali Ghufron didampingi tujuh lain. Ali pernah menjabat Wakil Menteri Kesehatan era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Keppres yang ditandatangani pada Jumat, 19 Februari 2021 ini juga memutuskan pengangkatan Dewan Pengawas BPJS Kesehatan. Dalam Keppres tersebut, Jokowi menunjuk Achmad Yurianto sebagai Ketua Dewan Pengawas.

Achman berasal dari Kementerian Kesehatan ditunjuk sebagai unsur dari pemerintah. Ia  didampingi oleh 6 anggota. Berikut jajaran direksi BPJS Kesehatan untuk masa jabatan 2021-2026 berdasarkan Kepres yang dikeluarkan Jokowi.

 

Direksi
Direktur Utama : Ali Ghufron Mukti
Direktur : Andi Afdal
Arief Witjaksono Juwono Putro
David Bangun
Edwin Aristiawan
Lily Kresnowati
Mahlil Ruby
Mundiharno

Dewan Pengawas
Ketua : Achmad Yurianto (Unsur Pemerintah)
Anggota : Regina Maria Wiweng Handayani (Unsur Pemerintah)
Indra Yana (Unsur Pekerja)
Siruaya Utamawan (Unsur Pekerja)
Iftida Yasar (Unsur Pemberi Pekerja)
Inda Deryanne Hasman (Unser Pemberi Pekerja)
Ibnu Naser Arrohimi (Unsur Tokoh Masyarakat)