Dokter Sjarif Subijakto mestinya bijak mengatur waktunya antara mengurus persiapan Rumah Sakit Jantung dan menangani pasien Rumah Sakit Bahteramas, Kendari. Sebagai dokter intervensi jantung keahliannya terhitung langka di Kendari khususnya dan Sulawesi Tenggara umumnya. Masyarakat sangat membutuhkan keahliannya untuk mengobati penyakit yang sangat rentan mencabut nyawa manusia ini.
Seperti dilaporkan media penasultra.id, dokter Sjarif kini “sibuk” mengurus persiapan RS Jantung Kendari, padahal pasien jantung pada RS Bahteramas, tempatnya bekerja, membutuhkan keahliannya. Dokter Sjarif “memasang waktu” melayani pasien di RS Bahteramas di atas pukul 16.00, artinya di atas “jam kerjanya” sebagai plt dirut RS Jantung. Dengan demikian, pasien harus mengikuti jadwal dokter Sjarif. Pada akhirnya ketidakbisahadiran dokter Sjarif pada pagi hingga petang layaknya dokter-dokter pada rumah sakit tersebut mengganggu pelayanan RS Bahteramas.
Direktur RS Bahteramas Hasmuddin kepada media mengakui soal ini dan menyatakan tak berdaya atas semua ini. Ia tak bisa meminta Sjarif untuk stand by dari pagi hingga sore layaknya dokter tetap di RS Bahteramas. Dokter Sjarif juga hanya ada di poli rumah sakit itu pada hari Sabtu. Untuk ini pun ia tidak setiap Sabtu ada. Pada Sabtu 19 November 2022 ia tidak ada. Juga pada Sabtu 26 November. Pada tanggal itu, kabarnya, ia harus ke Jakarta. Ketiadaannya itu jelas sangat mengganggu pelayanan RS Bahteramas.
Pengabdian dokter terbesar adalah pada sisi kemanusiaan dan tanggung jawab pada rumah sakit tempat ia bekerja
Dokter adalah pengabdi kemanusiaan. Dan seorang dokter tetap, yang bertugas pada sebuah rumahsakit, ia dituntut untuk serius menjalankan tugas kemanusiaannya. Kalau pun pasien tunduk untuk operasi jantung di atas pukul 16 seperti ditetapkan dokter Sjarif, tentu itu karena tidak ada pilihan untuk pasien. Dalam hal ini posisi pasien lemah.
Sekali lagi itu karena posisi dokter Sjarif yang “sibuk” sebagai plt Dirut RS Jantung. Sebuah tugas mulia dari Pemerintah Sulawesi Tenggara. Tapi tentu ada hal lebih penting dan tak kalah mulia.
Di sini dimensi etika kedokteran berbicara. Pengabdian dokter terbesar adalah pada sisi kemanusiaan dan tanggung jawab pada rumah sakit tempat ia bekerja. Dokter Sjarif harusnya bijak menghadapi ini. Ia bisa saja tetap menjadi plt Dirut RS Jantung (rumah sakit yang sedang dibangun itu) dan menyisakan waktunya sepekan 2, 3, atau 4 hari setiap pekan dari pagi hingga sore di RS Bahteramas. Dengan demikian pelayanan rumah sakit ini atas pasien ini tak terganggu.
Dokter Sjarif tidak bisa terus terusan hanya bersedia melayani pasien untuk tindakan di atas pukul 16. 00. Itu juga akan menyebabkan layanan RS Bahteramas dituding tak professional oleh publik. Sering-sering meninggalkan tugas di poli pada Sabtu juga menandakan ketidakprofesional.
Kita meminta dokter Sjarif kembali melayani pasien jantung sama seperti dokter lain, dari pagi hingga petang. Dokter Sjarif pasti bisa membagi waktu. Sebagai dokter ia pasti tahu, penyakit jantung adalah penyakit yang penanganannya harus cermat dan setiap waktu bisa membuat mereka yang mengidap penyakit ini meninggal. Kemanusiaan dokter Sjarif dipertaruhkan di sini. Dedikasinya sebagai dokter sangat diperlukan untuk warga Kendari dan sekitarnya. Gubernur Sulawesi Tenggara Ali Mazi harus memperhatikan masalah ini. (editorial fokussehatnews).