Jakarta- RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita (RSJPD Harkit) menyediakan berbagai peralatan jantung berteknologi canggih, akurat dan modern. Salah satunya MSCT dual source bernama model CT Somatom Drive.

 

MSCT merupakan alat yang berfungsi untuk mendeteksi kelainan penyakit jantung anak baik jantung struktural maupun jantung bawaan, penyakit jantung dewasa, penyakit jantung koroner, jantung struktural, pembuluh darah tepi, aorta, dan penyakit jantung bawaan dewasa. Alat ini dilengkapi dengan teknologi dan spesifikasi yang canggih yakni dual al source  2 x 128 Straton MX Sigma Tube X ray, Stellar Infinity Detector, Reconstructed slices  2 x 384 slices, sehingga memungkinkan untuk mendeteksi penyakit jantung maupun pembuluh darah dengan cepat dan akurat.

 

Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono menyatakan, kendati baru seminggu digunakan namun MSCT bisa mengakomodir kebutuhan masyarakat terutama terkait dengan kecepatan diagnosis layanan jantung. ”Hari ini saya melakukan MCU di RSJPD Harapan Kita, untuk melihat sekaligus menguji langsung alat yang baru dipakai satu minggu ini, supaya benar-benar yakin alat ini bisa digunakan secara maksimal untuk masyarakat,” kata Wamenkes.

Dante menjelaskan, kecepatan deteksi sangat penting bagi proses penyelamatan pasien jantung. Sebab selama ini, layanan katastropik terutama jantung diketahui memiliki waktu tunggu yang lama, bisa hitungan bulan bahkan tahun untuk mendapatkan tindakan.

 

Penyebabnya beragam, mulai dari ketiadaan dokter spesialis hingga keterbatasan alat diagnosis. Hal ini diperburuk dengan persebaran fasyankes jantung yang belum merata, keberadaanya masih terkonsentrasi di pulau Jawa. Ini menyebabkan banyak masyarakat yang tidak tertangani. Tak jarang masyarakat lebih memilih berobat ke luar negeri.

 

”Alat MSCT ini merupakan top of the line dari teknologi yang ada saat ini dan memiliki kualitas sama dengan alat-alat di Eropa, sehingga masyarakat kalau mau skrining jantung dan pembuluh darah bisa disini tanpa ke luar negeri. Karena kualitasnya sama, sentitivitas tinggi, lebih cepat, kontrasnya dikit, kalau ada kelainan artimia maka bisa langsung dilakukan tindakan,” ujar Danten. (kemenkes)

POST TAGS:

Jakarta- Masyarakat kota ternyata mendominasi penyakit jantung koroner. Kementerian Kesehatan menyebut penyakit kardiovaskuler seperti jantung, kanker, stroke, gagal ginjal tiap tahun terus meningkat dan menempati peringkat tertinggi penyebab kematian di Indonesia terutama pada usia-usia produktif.
Data Riskesdas menunjukkan prevalensi penyakit Kardiovaskular seperti hipertensi meningkat dari 25,8% (2013) menjadi 34,1% (2018), stroke 12,1 per mil (2013) menjadi 10,9 per mil (2018), penyakit jantung koroner tetap 1,5% (2013-2018), penyakit gagal ginjal kronis, dari 0,2% (2013) menjadi 0,38% (2018).
Data Riskesdas 2018 juga melaporkan bahwa Prevalensi Penyakit Jantung berdasarkan diagnosis dokter di Indonesia mencapai 1,5%, dengan prevalensi tertinggi terdapat di Provinsi Kalimantan Utara 2,2%, DIY 2%, Gorontalo 2%. Demikian menurut situs Kementerian Kesehatan 27 September lalu.
Selain ketiga provinsi tersebut, terdapat pula 8 provinsi lainnya dengan prevalensi yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan prevalensi nasional. Delapan provinsi tersebut adalah, Aceh (1,6%), Sumatera Barat (1,6%), DKI Jakarta (1,9%), Jawa Barat (1,6%), Jawa Tengah (1,6%), Kalimantan Timur (1,9%), Sulawesi Utara (1,8%) dan Sulawesi Tengah (1,9%).
”Jika dilihat dari tempat tinggal, penduduk perkotaan lebih banyak menderita Penyakit Jantung dengan prevalensi 1,6% dibandingkan penduduk perdesaan yang hanya 1,3%,” kata Plt Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Maxi Rein Rondonuwu.
Isman Firdaus, anggota PERKI mengungkapkan tingginya prevalensi Penyakit Jantung Koroner di Indonesia disebabkan oleh perubahan gaya hidup yang tidak sehat seperti merokok dan pola makan yang tidak seimbang.
”Gaya hidup, merokok, dan pola makan merupakan kontributor utama terjadinya penyakit jantung koroner (PJK), dilaporkan 50% penderita PJK berpotensi mengalami henti jantung mendadak atau sudden cardiac death,” terangnya.
Di masa pandemi sekarang ini, orang dengan komorbid terutama penyakit kardiovaskular memiliki risiko yang sangat tinggi apabila terpapar COVID-19 karena dikhawatirkan dapat menyebabkan perburukan bahkan kematian.
Hal ini terlihat dari data di RS, yang menunjukkan bahwa tingkat perawatan di RS dan angka kematian pasien COVID-19 dengan komorbid juga meningkat selama pandemi.
”Laporan RS dimasa pandemi menunjukkan bahwa 16,3% pasien yang dirawat dari ruang isolasi COVID-19 ternyata mempunyai komorbid. Namun pada situasi COVID-19, angka kematian meningkat 22-23%. Ini salah satunya terjadi karena paparan COVID-19 yang menyebabkan perburukan dari jantung kita,” ujarnya.
Isman mendorong agar upaya promotif preventif terus dilakukan masyarakat untuk menghindari timbulnya masalah kesehatan penyakit kardiovaskular terutama penyakit jantung koroner. Selain membudayakan pola hidup sehat, ditekankan agar masyarakat juga aktif menerapkan protokol kesehatan dan segera mengikuti vaksinasi COVID-19 untuk memberikan perlindungan yang optimal dari paparan COVID-19
”Kami dari PERKI meminta kepada seluruh masyarakat terutama yang memiliki penyakit jantung untuk menjaga protokol kesehatan ketat dan melakukan vaksinasi untuk mengurangi perburukan bahkan angka kematian,” ujarnya. []
POST TAGS: