Masih Pandemi, Iuran BPJS Kesehatan Malah Dinaikkan
CNBC Indonesia - Iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan akan naik pada 2021 , dari Rp 25.000 per

CNBC Indonesia – Iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan akan naik pada 2021 , dari Rp 25.000 per bulan menjadi Rp 35.000 per bulan.
Sesuai dengan Perpres 64/2020, iuran peserta BPJS Kesehatan Kelas 3 PBPU dan BP harusnya sebesar Rp 42.000. Selama ini, pemerintah memberikan bantuan iuran Rp 16.500 per orang setiap bulan.
Di tahun depan, pemerintah memutuskan untuk mengurangi bantuan iuran untuk tiap peserta BPJS Kesehatan Kelas 3 PBPU dan BP, menjadi hanya Rp 7.000 per orang setiap bulan. Maka, peserta pun harus membayarkan iurannya menjadi Rp 35.000 per bulan, atau naik Rp 9.500.
Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Askolani, mengatakan pengurangan bantuan iuran dari pemerintah juga dalam rangka untuk keberlanjutan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), dan sudah diamanatkan melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 64 Tahun 2020.
“Peran pemerintah nyata untuk membantu masyarakat yang kurang mampu khususnya, serta pengelolaan JKN secara komprehensif,” ujar Askolani kepada CNBC Indonesia, seperti dikutip Sabtu (5/12/2020).
Sementara itu, untuk peserta BPJS Kesehatan Penerima Bantuan Iuran (PBI), pemerintah tetap membayarkan iuran PBI bagi 40% atau 96 juta masyarakat miskin sebesar Rp 42.000.
Dalam pembayaran iuran peserta PBI di tahun 2021, akan ada kontribusi pemerintah daerah (Pemda) Provinsi sebesar Rp 2.000 sampai Rp 2.200 tergantung kapasitas fiskal daerah.
Kenaikan iuran BPJS Kesehatan telah terjadi dua kali di sepanjang tahun 2020 ini. Kenaikan sebelumnya, terjadi pada awal tahun lalu yang dibatalkan oleh MA.
Pada Januari-Maret 2020, BPJS Kesehatan memperoleh iuran sesuai dalam besaran Perpres Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan, yaitu sebesar Rp 160.000 untuk kelas 1, Rp 110.000 untuk kelas 2 dan Rp 42.000 untuk kelas 3.
Lalu, pada April-Juni, BPJS Kesehatan memperoleh besaran iuran berdasarkan Perpres Nomor 75 Tahun 2018, di mana iuran BPJS Kesehatan sempat turun, yakni iuran untuk kelas I Rp 80.000, Kelas II Rp 51.000, dan Kelas III Rp 25.500.
Kemudian, berdasarkan keputusan terakhir. Sesuai dengan Perpres Nomor 64 Tahun 2020, iuran BPJS Kesehatan pada pada Juli-Desember, sebesar Rp 150.000 untuk kelas I, Rp 100.000 untuk kelas II, dan Rp 42.000 untuk kelas III.
Pada tahun depan, menurut Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Muttaqien, tarif iuran BPJS Kesehatan tetap mengacu pada Perpres 64/2021.
Kendati demikian ada perubahan di dalam peserta mandiri atau peserta PBPU dan BP Kelas 3, karena besaran iuran pemerintah yang tadinya sebesar Rp 16.500 per orang setiap bulan, di tahun depan bantuan besaran iuran hanya Rp 7.000 per orang setiap bulan.
“Iuran BPJS Kesehatan untuk tahun 2021 masih akan mengikuti Perpres 64 Tahun 2020,” jelasnya kepada CNBC Indonesia.
Dengan demikian, berikut daftar iuran BPJS Kesehatan 2021 yang mengacu pada Perpres Nomor 64 Tahun 2020 yakni:
- Kelas 1: Rp 150.000
- Kelas 2: Rp 100.000
- Kelas 3: Rp 35.000.
Pemerintah saat ini sedang merancang ulang iuran JKN berbasis kebutuhan dasar kesehatan (KDK). Dengan prinsip ini, berdasarkan kajian pemerintah, korban kekerasan dan narkotika bisa dijamin oleh BPJS Kesehatan.
JKN dengan berbasis KDK, menurut Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto akan dilaksankan secara bertahap di tahun 2022.
Seperti diketahui, JKN selama ini dijalankan melalui BPJS Kesehatan, yang merupakan salah satu lembaga yang menjamin kesehatan masyarakat. Dengan bertambah kewajibannya, maka kemungkinan akan berimbas juga terhadap kenaikannya iuran BPJS Kesehatan di kalangan masyarakat.
Terawan menjelasan, penyesuaian iuran JKN berlandaskan KDK, sesuai dengan Perpres 64 Tahun 2020 pasal 54A dan 54B, yang mengamanatkan untuk melakukan peninjauan ulang atas manfaat JKN agar berbasis KDK dan rawat inap kelas standar.
“Ini akan mempengaruhi besaran iuran JKN dan perlu adanya penyesuaian besaran iuran,” kata Terawan saat melakukan rapat bersama Komisi IX DPR RI dikutip CNBC Indonesia pada Kamis (3/12/2020).
Prinsip penetapan iuran, kata Terawan, akan menggunakan metode aktuaria dan mempertimbangkan pemenuhan KDK, rawat inap kelas standar, kemampuan membayar, inflasi kesehatan, dan perbaikan tata kelola JKN.
Dasar penentuan manfaat JKN berbasis KDK yang dijamin, menurut Terawan, berdasarkan pola epidemiologi atau penyakit yang ada di wilayah Indonesia serta siklus hidup, pelayanan kesehatan yang diperlukan sesuai kelompok usia atau jenis kelamin.
Dengan demikian, mau tidak mau pemerintah harus menanggung beberapa persoalan yang selama ini belum ditanggung oleh BPJS Kesehatan, seperti kejadian luar biasa (KLB) wabah, bencana alam, dan non alam, hingga korban penganiayaan dan kekerasan, serta korban narkotika.
“Dasar penentuan manfaat berbasis KDK yang tidak dijamin JKN kemudian disesuaikan dengan Pasal 52 Perpres 82 tahun 2018,” ujar Terawan.
Proses penyesuaian iuran JKN saat ini, menurutdia, masih dalam tahap awal untuk membuat pemodelan dengan menggunakan data cost dan data utilisasi dari BPJS Kesehatan dan mempertimbangkan proyeksi dan asumsi sebagai kebijakan.
NO COMMENTS