BPJS Watch Soroti Ketua Baru BPJS dan Penyakit Jantung
Ketua Koorinasi Advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar menanggapi proses seleksi direksi dan dewan pengawas BPJS

Ketua Koorinasi Advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar menanggapi proses seleksi direksi dan dewan pengawas BPJS Kesehatan. Ia menilai, pemilihan pimpinan BPJS yang baru nanti harus yang benar-benar visioner dan inovatif.
“Kalau menurut saya memang harus ada pemilihan direksi yang benar-benar visioner dan inovatif. Kalau menjalankan hanya seperti yang sekarang ini, hanya administrasi, itu susah,” kata Timboel.
Timboel mengatakan direksi harus bisa menjelaskan terjadi penurunan 40 persen kunjungan ke rumah sakit, ini lantaran orang-orang takut dengan pandemi Covid-19. Untuk mengatasinya diperlukan inovasi seperti telemedicine.
“Artinya apa? Kalau swasta kita bayar sendiri berapa itu Halodoc? Kan artinya ada konsultasi, obatnya dikirim, kan artinya bisa. Nah sekarang kenapa tidak dilakukan? Artinya kita butuh sebuah inovasi dari pelayanan yang terkait dengan masa pandemi,” ucapnya.
Invoasi tersebut, kata Timboel, perlu dilakukan untuk memudahkan masyarakat yang takut ke rumah sakit. Dengan demikian, orang-orang yang mempunyai sakit kronis bisa terkontrol tanpa perlu ke rumah sakit di tengah pandemi Covid-19.
“Sekarang gimana kalau JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) dengan Halodoc? ya ada inasibijis (sebuah aplikasi yang digunakan rumah sakit untuk mengajukan klaim pada pemerintah) untuk konsultasi secara telepon,” ucap Timboel.
Menurutnya, pemerintah bisa membuat Permenkes dengan mengacu dengan inasibijis yang dibuat direksi rumah sakit. Dengan begitu, orang-orang yang sakit kronis tidak perlu ke rumah sakit tapi tetap konsultasi dengan dokter, dan obatnya dikirimin.
“Mereka yang takut ke rumah sakit karena pandemi t bisa dijembatani dengan telemedicine, sehingga penyakitnya bisa terkontrol. Kalau 40 persen orang takut ke rumah sakit, belum tentu penyakitnya sembuh, malan bukan semakin kronis,” ujar Timboel.
Jadi menurutnya, direksi terpilih memang harus benar-benar bisa menjawab persoalan-persoalan yang ada saat ini dan menjawab tantangan-tantangan kedepan. Ini akan menjadi modal bagi kemajuan JKN.
“Tidak perlu menurut saya, direktur utama seorang dokter, yang penting ia punya background manajerial yang tinggi, profesionalnya bagus dibandingkan hanya sekadar dokter,” tutur Timboel.
Timboel menjelaskan, pansel BPJS Kesehatan harus mencari orang-orang yang bisa membenahi perusahaan yang mau bangkrut menjadi hidup kembali, berkembang, dan maju. Selain itu, perlu juga mencari orang-orang yang membuat pelayanan berkualitas.
“Pansel harus bisa memilih direksi BPJS yang bisa menekan tunggakan yang mencapai Rp 14 triliun per bulan. Harus ada profesional yang secara manajerial bisa mengatasi masalah-masalah seperti ini,” kata Timboel.
Sebagai informasi, pemerintah tengah menyeleksi pimpinan baru BPJS Kesehatan. Tercatat, sekitar 180 pendaftar lolos seleksi administrasi. Salah satunya, Achmad Yurianto yang sebelumnya juru bicara Covid-19.
Penyakit Jantung
Timboel Siregar menilai BPJS Kesehatan harus lebih berkreasi dalam mendistribusikan pasien jantung yang menumpuk dan mengantre di rumah sakit tertentu. Ini bertujuan agar pasien bisa segera ditangani atau diobati.
“Iya ini yang menjadi titik kritik kita bahwa sebenarnya rumah sakit banyak yang tahu dan bisa mengatasi, tapi rumah sakit kesannya mau menahan supaya biaya masuk semua ke dia, padahal penanganan operasi jantung harus cepat,” kata Timboel saat dihubungi Tagar, Jumat, 6 November 2020.
Terlebih, kata Timboel, dalam menangani pasien-pasien yang relatif harus mendapatkan penanganan cepat seperti penyakit katastropik. Menurutnya, BPJS Kesehatan dan unit pengaduan harus lebih kreatif dalam menangani pasien agar cepat teratasi.
“BPJS Kesehatan harus mendistribusikan pasien supaya tidak waiting list terlalu lama,” ucapnya.
Dia menjelaskan, jangan sampai membiarkan rumah sakit menjadikan pasien penyakit jantung sebagai lahan bisnis. Misalnya, rumah sakit menahan pasien untuk mendapatkan pengganti klaim.
“Rumah sakit membuat pasien semakin tidak pasti, dan bertarung dengan nyawa kan gitu,” ujar Timboel.
Saat ini, kata Timboel, rumah sakit yang bisa menangani pasien katastropik termasuk jantung sudah banyak. Tinggal bagaimana cara mengorganisasi pasien dengan benar dan tepat.
“Rumah sakit tipe A dan tipe B sudah bisa jantung sekarang. Tinggal bagaimana mengorganisir, bagaimana mendistribusikan pasien-pasien, kalau dilihat sampai 50 orang tidak mungkin, BPJS harus kreatif,” tuturnya.
Selama ini, kata dia, fungsi distribusi oleh BPJS Kesehatan tidak pernah dilakukan. Dengan begitu, pasien dari segala jenis penyakit terlalu lama menunggu dan dibiarkan masuk waiting list. “Sebenarnya gak boleh, dia punya data,” kata Timboel. (sumber: Tagar.id)
NO COMMENTS